JAKARTA, HUMAS MKRI – Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pemeriksaan pendahuluan uji materiil Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (UU PPMI) pada Rabu (18/11/2019). Panel Hakim terdiri atas Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul (Ketua), Hakim Konstitusi Saldi Isra dan Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih (masing-masing sebagai Anggota)
Pemohon Perkara Nomor 83/PUU-XVII/2019 ini adalah Asosiasi Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (ASPATAKI). Adapun materi yang dimohonkan untuk diuji yakni Pasal 54 ayat (1) huruf a dan huruf b, Pasal 82 huruf a, serta Pasal 85 huruf a.
Pasal 54 ayat (1) huruf a dan huruf b UU PPMI menyatakan, “Untuk dapat memperoleh SIP3MI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1), Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia harus memenuhi persyaratan: a. memiliki modal disetor yang tercantum dalam akta pendirian perusahaan paiing sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); b. menyetor uang kepada bank pemerintah dalam bentuk deposito paling sedikit Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah) yang sewaktu-waktu dapat dicairkan sebagai jaminan untuk memenuhi kewajiban dalam Pelindungan Pekerja Migran Indonesia;”
Pasal 82 huruf PPMI menyatakan, “Dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp15.000.000.000,00 (1ima belas miliar rupiah), setiap Orang yang dengan sengaja menempatkan Calon Pekerja Migran Indonesia pada: a. jabatan dan jenis pekerjaan yang tidak sesuai dengan perjanjian kerja sehingga merugikan Calon Pekerja Migran Indonesia tersebut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 huruf a;”
Pasal 85 huruf a UU PPMI menyatakan, “Dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah), setiap orang yang: a. menempatkan Pekerja Migran Indonesia pada pekerjaan yang tidak sesuai dengan Perjanjian Kerja yang telah disepakati dan ditandatangani Pekerja Migran Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7l huruf a;”
Wilman Malau selaku kuasa hukum Pemohon, dalam persidangan memaparkan kedudukan hukum ASPATAKI sebagai badan hukum privat yang dibentuk atas dasar kebersamaan satu profesi sebagai wadah berhimpun bagi perusahaan Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS). ASPATAKI memiliki anggota berjumlah 142 PPTKIS atau perusahaan-perusahaan yang bidang usahanya melaksanakan penempatan dan pengiriman tenaga kerja Indonesia ke luar negeri.
Menurut Pemohon, uang sejumlah Rp 5 miliar bukanlah jumlah yang dapat dijangkau oleh setiap entitas, termasuk oleh Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) mengingat terjadinya kondisi perekonomian global yang lesu dan berakibat menurunnya volume kegiatan P3MI. Kemudian, dua kegiatan utama P3MI berkurang setelah berlakunya UU PPMI. Dua kegiatan utama dimaksud adalah rekrutmen dan pelatihan yang kini telah diambil alih perannya oleh pemerintah, baik pusat, maupun provinsi, dan kabupaten/kota. “Oleh sebab itu, tidak beralasan untuk menambahkan modal disetor entitas P3MI, bahkan akan menyebabkan sejumlah entitas P3MI menutup usahanya,” kata Wilman dalam persidangan yang digelar di Ruang Sidang Pleno Gedung MK.
Kemudian, lanjut Wilman, deposito sebesar Rp1,5 miliar tersebut belum tentu secara nyata-nyata benar-benar digunakan. “Kewajiban itu akan benar-benar menutup usaha sejumlah entitas, yaitu P3MI. Tertutupnya peluang P3MI menjalankan usahanya, berarti akan menutup peluang banyak sekali Warga Negara Indonesia yang ingin bekerja di luar negeri,” tambah Wilman.
Terhadap dalil-dalil Pemohon, Hakim Konstitusi Saldi Isra mencermati kedudukan hukum Pemohon. “Harusnya ditulis Pemohon saja karena mewakili organisasi, ya Pak Wilman. Jadi kata ‘para’ dihilangkan semua karena Pemohon merupakan satu organisasi. Dalam kedudukan hukum harus dijelaskan posisi Pemohon sebagai badan hukum publik atau privat?” kata Saldi.
Selanjutnya Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menyoroti sistematika permohonan Pemohon. “Sistematikanya ini memang tidak lazim. Yang lazim itu Kewenangan Mahkamah dulu, kemudian kedudukan hukum, posita dan terakhir petitum. Nah, ini perlu kiranya diperbaiki,” ucap Enny.
Sedangkan Ketua Panel, Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul menyinggung soal anggaran dasar dan anggaran rumah tangga dalam organisasi Pemohon. “Harus disebutkan pasal berapa dari anggaran dasar dan anggaran rumah tangga itu yang menyatakan bahwa ketua organisasi berhak sendiri atau mungkin juga harus bersama-sama dengan sekjen untuk maju di persidangan atau untuk mewakili organisasi di luar ataupun dalam persidangan. Itu harus jelas nanti dimuat dalam permohonan ini,” nasihat Manahan. (Nano Tresna Arfana/NRA)
Baca Juga:
Modal yang Harus Disetor P3MI Dinilai Memberatkan
Pemohon Uji UU PPMI Perbaiki Permohonan
MK Tunda Sidang Pengujian UU Perlindungan Pekerja Migran
DPR: ASPATAKI Bukan Subjek UU PPMI
Tujuan UU PPMI Lindungi Pekerja Migran Indonesia