JAKARTA, HUMAS MKRI – Tiga orang advokat mengajukan pengujian materiil Pasal 416 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum terkait syarat perolehan suara presiden dan wakil presiden terpilih untuk dapat dilantik. Ignatius Supriyadi, Antonius Cahyadi, dan Gregorius Yonathan Deowikaputra, tercatat sebagai Pemohon Perkara Nomor 39/PUU-XVII/2019. Pasal 416 ayat (1) UU Pemilu menyatakan “Pasangan Calon terpilih adalah Pasangan Calon yang memperoleh suara lebih dari 50% (lima puluh persen) dari jumlah suara dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dengan sedikitnya 20% (dua puluh persen) suara di setiap provisi yang tersebar di lebih dari 1/2 (setengah) jumlah provinsi di Indonesia”.
Menurut Pemohon, norma tersebut sama persis dengan Pasal 159 ayat (1) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (UU Pilpres) yang telah dinyatakan konstitusional bersyarat melalui Putusan MK Nomor 50/PUU-XVII/2014. “Ketentuan ini dapat menimbulkan kerancuan karena copy paste Pasal 159 ayat (1) UU Pilpres,” ujar Ignatius Supriyadi di hadapan Majelis Hakim yang dipimpin oleh Ketua MK Anwar Usman.
Ignatius menyebutkan keberadaan Pasal 416 ayat (1) UU Pemilu tersebut menimbulkan polemik di masyarakat dengan adanya informasi yang beredar di masyarakat bahwa pasangan calon presiden dan wakil presiden terpilih tidak dapat dilantik jika tidak memenuhi ketentuan dalam Pasal 416 ayat (1) UU Pemilu, meskipun Pilpres 2019 hanya diikuti oleh dua pasangan calon.
“Untuk itulah, Pemohon meminta agar MK menyatakan Pasal 416 ayat (1) UU Pemilu bertentangan dan tidak mempunyai kekuatan hukum dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai tidak berlaku untuk pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang hanya terdiri dari dua pasangan calon,” jelas Ignatius dalam sidang perdana yang digelar pada Selasa (3/9/2019) di Ruang Sidang Pleno MK.
Pertentangan Pasal
Menanggapi permohonan tersebut, Majelis Hakim yang juga terdiri dari Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams dan Enny Nurbaningsih memberikan saran perbaikan. Wahiduddin menyebut Pemohon belum menguraikan secara rinci mengenai pertentangan pasal yang diuji dengan batu uji dalam UUD 1945. “Belum ada rincian mengenai uraian kenapa pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 28H Ayat (1) dan Ayat (2) serta Pasal 28I Ayat (4) UUD 1945,” jelas Wahiduddin.
Lebih lanjut lagi, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menyarankan agar Pemohon menguraikan mengenai kerugian yang dialami dengan berlakunya Pasal 416 ayat (1) UU Pemilu. Selain itu, kedudukan hukum Pemohon harus diperjelas. “Bagaimana uraian hak-hak itu dengan hak-hak dalam UUD 1945 mempunyai keterkaitan? Hal ini harus disebutkan korelasinya. Kerugian Pemohon ada di kekosongan hukum atau apa?” jelas Enny.
Dengan saran perbaikan tersebut, Majelis Hakim Konstitusi memberikan waktu 14 hari kerja kepada Pemohon untuk melakukan perbaikan. Sidang berikutnya akan digelar dengan agenda memeriksa perbaikan permohonan. (Lulu Anjarsari)