JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Anggota DPR-DPRD 2019 (PHPU Legislatif 2019), Selasa (16/7/2019). KPU selaku Termohon, Pihak Terkait, dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) hadir untuk memberikan jawaban atas dalil Pemohon. Sidang yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna dengan didampingi oleh Hakim Konstitusi Suhartoyo dan Wahiduddin Adams.
Sebelumnya, Partai Berkarya mempermasalahkan pemindahan suara di internal partai. Permohonan ini untuk kursi DPRD Kabupaten Pangkajene, Provinsi Sulawesi Selatan. Versi Pemohon, caleg nomor urut 8 atas nama Nurhidayah mendapat suara sebesar 951 suara berdasar C1, namun KPU setempat menetapkan suara sebesar 942 suara. Pemindahan suara Pemohon ke suara partai terjadi di TPS 07 Desa Tamangapa. Pemohon seharusnya mendapat 6 suara, namun dikurangi 3 suara. Kemudian 3 suara itu dimasukkan dalam suara partai.
Selain itu, Pemohon menuding adanya kesalahan Termohon dalam penginputan hasil perolehan suara. Dia menjelaskan di TPS 02 Desa Pitue terdapat penambahan suara untuk Caleg Nomor Urut 1 sebanyak 2 suara, Caleg Nomor Urut 3 sebanyak 2 suara, Caleg Nomor Urut 7 sebanyak 1 suara. Terdapat juga pengurangan suara bagi Pemohon yang terjadi di TPS 12 Kelurahan Attang Salo. Termohon menetapkan suara Pemohon hanya 2 suara.
Menanggapi perkara Nomor 229-07-27/PHPU.DPR-DPRD/XVII/2019 ini, Rahmat Mulyana selaku kuasa hukum Termohon menyatakan Pemohon tak punya kedudukan hukum atau legal standing karena tidak mendapatkan izin atas nama partai. “Tidak ada tandatangan dari ketua umum dan sekjen partai,” jelasnya.
Rahmat pun menyebut jika permohonan seakan-akan atas nama partai. Tetapi yang dipermasalahkan justru suara antarsesama caleg satu partai. Jika seperti ini, kata dia, perkara Pemohon, idealnya merupakan permohonan perseorangan.
Terakhir, Rahmat menyebut permohonan telah melewati tenggat waktu perbaikan permohonan pada 31 Mei 2019 pukul 10.00 WIB. Pemohon memasukkan perbaikan permohonan pada 31 Mei 2019 pukul 13.59 WIB. Di sisi lain, Pemohon juga tidak memperinci perhitungan suara yang benar milik mereka. Mereka juga tidak menguraikan di sisi mana dalam proses perhitungan suara versi Termohon.
Adapun perwakilan Bawaslu Sulsel, Adnan Jamal menegaskan tidak menemukan selisih suara seperti yang didalilkan Pemohon. Selain itu, dirinya menegaskan jika Bawaslu tidak menemukan pelanggaran selama proses pemilu dilakukan disana. Semua sudah sesuai prosedur dan aturan yang berlaku.
Dalam perkara lain, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mempermasalahkan suara di Dapil Kabupaten Kepulauan Selayar 5, Provinsi Sulawesi Selatan. Mereka kehilangan suara sebesar 50 suara. PKS mengklaim mendapat suara 1.233 suara, namun Termohon menetapkan suara PKS hanya 1.183 suara.
Pemohon menjelaskan 50 suara yang hilang karena kecurangan Termohon di TPS 002 dan TPS 004, misal Pemilih tidak memiliki eKTP dan suket serta tidak terdaftar di DPT, namun ikut mencoblos dengan memakai DPT milik orang lain. Selain itu, terdapat pencoblosan dua kali yang dilakukan pemilih. Pemohon melaporkan peristiwa tersebut pada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Selayar. Namun keputusan mereka tidak tegas dan bersifat sementara dan akan memproses hal yang ada pada kepolisian. PKS meminta MK agar memerintahkan digelar Pemungutan Suara Ulang (PSU) di TPS 002 dan TPS 004. Selain itu menetapkan suara PKS sebesar 1.233 suara.
Menanggapi perkara Nomor 08-08-27/PHPU.DPR-DPRD/XVII/2019 ini, Dedi Mulyana selaku kuasa hukum Termohon menyatakan adanya selisih hingga 50 suara merupakan tuduhan tidak berdasar karena memang ada yang melakukan coblos ganda namun hanya satu orang saja. Peristiwa ini terjadi di TPS 004 Desa Polassi . “Orang tersebut sudah diproses ke pihak kepolisian. Namun peristiwa ini tidak sampai menimbulkan selisih sebesar 50 suara,” jelasnya.
Sementara perwakilan Bawaslu Sulsel menyatakan alasan tidak dilakukan PSU karena tidak masuk dalam kriteria syarat dilakukannya PSU berdasar Pasal 372 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Adapun urusan pencoblosan dua kali sudah diproses oleh pihak berwajib dan dikenakan sanksi pidana.
Dalam sidang tersebut, Panel Hakim juga memeriksa perkara Nomor 166-04-27/PHPU.DPR-DPRD/XVII/2019 untuk Partai Golongan Karya (Golkar), perkara Nomor 44-13-27/PHPU.DPR-DPRD/XVII/2019 untuk Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), perkara Nomor 101-19-27/PHPU.DPR-DPRD/XVII/2019 untuk Partai Bulan Bintang (PBB), perkara Nomor 151-02-27/PHPU.DPR-DPRD/XVII/2019 untuk Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), serta perkara Nomor 110-10-27/PHPU.DPR-DPRD/XVII/2019 untuk Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Partai Golkar pun menyatakan menarik permohonannya dan tidak melanjutkan perkara ke sidang berikutnya. (Arif Satriantoro/LA/RD)