Sidang perbaikan permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Rabu (19/9) siang. Pemohon diwakili kuasa hukum Andi Muhammad Asrun. Majelis Hakim dipimpin oleh Wakil Ketua MK Aswanto.
Andi Muhammad Asrun menerangkan perbaikan yang dilakukan terkait kedudukan hukum bahwa terdapat dua kategori Pemohon. Kategori pertama adalah badan hukum publik yang mengajukan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) Aceh. Ia menjelaskan LPJK merasa dirugikan karena hilangnya eksistensi badan hukum publik.
“Kemudian digantikan dengan badan yang tidak bersifat mandiri, yang bertentangan dengan semangat pembentukan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi yang sebelumnya berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999. Yang intinya bahwa masyarakat diberikan peran serta dan perlu dicatat bahwa dana operasionalisasi dari LPJKP ini adalah tidak berasal dari APBN. Mereka mengembangkan sendiri, termasuk pengembangan aset, pengembangan sumber daya manusia adalah itu dana swamandiri,” urai Asrun.
Kemudian terkait Pemohon perseorangan, Asrun menyebut para Pemohon kehilangan pekerjaan dengan berlakunya UU a quo. “Paling tidak dari sudut pekerjaan mereka, mereka akan kehilangan pekerjaan. Lebih dari itu, karier yang telah dibina selama 17 tahun menjadi ahli jasa konstruksi menjadi tidak jelas, kemana mereka akan pergi. Dan kemudian, selama ini mereka menikmati betul independensi LPJKP, tiba-tiba hilang dan kemudian tidak jelas ke arahnya mana,” ungkap Asrun.
Oleh karena itu, ujar Asrun, mereka ini mengalami kerugian konstitusional, baik dari segi ke lembaga, maupun dari segi perseorangan. “Juga ada persoalan causal verband. Apabila ketentuan yang dimohonkan pengujian dalam permohonan a quo dan kemudian Mahkamah memberikan putusan sesuai dengan petitum, maka kerugian konstitusional tidak akan berulang kembali kepada mereka. Seperti itu yang bisa kami jelaskan dan itu ada di halaman 8, di halaman 8 kami sudah jelaskan,” ucap Asrun.
Selanjutnya terkait dengan dalil Pemohon alasan dicantumkan Pasal 18 Undang-Undang Dasar Tahun 1945, Asrun menjelaskan bahwa Pasal 18 Undang-Undang Dasar Tahun 1945 adalah ruhnya dari otonomi daerah, semangat untuk desentralisasi dan kemudian itu bisa dilihat peran gubernur yang memberikan Surat Keputusan (SK) setelah melalui proses fit and proper test bagi pengurus LPJKP.
“Jasa Konstruksi memberikan peran besar, luas, dan strategis kepada masyarakat jasa konstruksi yang berhubungan dengan usaha dan pekerjaan jasa konstruksi melalui forum jasa konstruksi sebagai suatu lembaga yang independen dan mandiri. Independensi ini berkaitan dengan pendanaan yang tidak dibiayai oleh APBN,” tandas Asrun.
Permohonan yang teregistrasi dengan nomor perkara 70/PUU-XVI/2018 diajukan oleh Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) Aceh dan Azhari A. Gani selaku pengurus LPJK Aceh. Pemohon menguji tujuh pasal dalam UU No. 2/2017, di antaranya Pasal 30 ayat (2), ayat (4), ayat (5) yang menyebutkan, (2) Sertifikat Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan melalui suatu proses sertifikasi dan registrasi oleh Menteri. (4) Untuk mendapatkan sertifikat badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1), badan usaha jasa konstruksi mengajukan permohonan kepada Menteri melalui lembaga sertifikasi badan usaha yang dibentuk oleh asosiasi badan usaha terakreditasi. (5) Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diberikan oleh Menteri kepada asosiasi badan usaha yang memenuhi persyaratan: a. jumlah dan sebaran anggota; b. pemberdayaan kepada anggota; c. pemilihan pengurus secara demokratis; d. sarana dan prasarana di tingkat pusat dan daerah; dan e. pelaksanaan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan.
Para Pemohon yang tergabung dalam LPJKP Aceh merupakan perwakilan masyarakat jasakonstruksi di daerah yang telah bekerja kurang lebih 17 tahun dalam mengembangkan jasa konstruksi dengan ditunjang oleh infrastruktur dan sumber daya manusia yang lengkap. LPJKP berada di 34 provinsi, yang untuk pertama kali dibentuk pada tahun 2001 atas dasar Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2000 tentang Peran Masyarakat Jasa Konstruksi, yang merupakan peraturan pelaksana dari UU No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi.
Menurut Pemohon, adanya ketentuan Pasal 30 ayat (2), ayat (4), dan ayat (5) UU 2/2017, Menteri mengambil hak konstitusional para Pemohon yang selama ini telah menyelenggarakan sertifikasi badan usaha jasa konstruksi secara profesional, transparan, dan akuntabel. Dengan demikian, terjadi sentralisasi dan birokratisasi penyelenggaraan registrasi dan sertifikasi badan usaha jasa konstruksi. (Nano Tresna Arfana/LA)