Indonesia sebagai negara demokrasi konstitusional memiliki karakter dan ciri yang khas karena didasarkan pada nilai-nilai luhur Pancasila yang salah satu silanya menganut prinsip theokrasi, yaitu sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Demikian disampaikan oleh Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat dalam forum International Conferenceyang berlangsung pada Jumat (1/12) diTaskent, Uzbekistan. Kegiatan tersebut mengangkat tema “Peranan Konstitusi dalam Membangun Negara Hukum yang Demokratis”.
Pada kegiatan tersebut, Arief juga menekankan bahwa prinsip berketuhanan yang dianut oleh Indonesia mengandung makna bahwa setiap penyelenggaraan kekuasaan negara harus didasarkan pada nilai-nilai agama dan kepercayaan bangsa Indonesia terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Ia juga menuturkan bahwa Indonesia tidak hanya sekadar merupakan negara kesejahteraan (welfare state), melainkan juga negara kesejahteraan yang relijius (religious welfare state). Dengan melihat hubungan antara negara dan agama, maka konsep negara hukum Pancasila tidaklah menganut sekulerisme, namun juga bukan sebuah negara agama. Hal ini juga mengandung arti Indonesia membuka kebebasan bagi warga negara untuk memeluk agama dan kepercayaan sesuai keyakinan masing-masing. Konsekuensi logis dari pilihan ini, yakni ateisme dan juga komunisme dilarang karena telah mengesampingkan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Menutup paparannya, Arief menjelaskan perihal arti penting teokrasi, demokrasi, dan nomokrasi yang harus bersinergi satu dengan lainnya. Demokrasi harus diiringi oleh prinsip nomokrasi, begitu juga nomokrasi dengan demokrasi. Demokrasi tanpa nomokrasi akan menimbulkan kekacauan dalam masyarakat, begitu juga nomokrasi tanpa demokrasi, akan menimbulkan tindakan sewenang-wenang. Prinsip demokrasi dan nomokrasi, perlu didukung oleh prinsip teokrasi. Dalam praktik penyelenggara negara kesatuan Republik Indoensia, ketiga unsur ini saling melengkapi dan berkait sehingga menghasilkan satu konsep negara demokrasi konstitusional (constitutional democratic state).
“Konsep negara hukum Pancasila adalah karakteristik utama dan membedakan sistem hukum Indonesia dengan sistem hukum lainnya. Negara hukum Pancasila bersifat prismatik (hukum prismatik) yang merupakan hasil integrasi dari unsur-unsur terbaik yang terkandung dalam berbagai sistem hukum sehingga terbentuk suatu hukum yang baru dan utuh,” tutupnya.
Kegiatan International Conference yang dilangsungkan pada tanggal 29 November hingga 2 Desember 2017 tersebut diselenggarakan oleh Mahkamah Konstitusi Republik Uzbekistan dalam rangka peringatan Hari Konstitusi yang ke-25. Beberapa negara hadir dalam kegiatan tersebut, di antaranya Mahkamah Konstitusi Korea, Turki, Rusia, Armenia, Kazakstan, Tajikistan dan Kyrgiztan.
Keikutsertaan delegasi Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia dalam konferensi ini merupakan wujud komitmen untuk semakin berperan dalam kancah regional maupun internasional. Sejak 2015, Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia telah mencatat beberapa prestasi penting di antaranya dipercaya untuk masa kepemimpinan 3 tahun sebagai Presiden Asosiasi Mahkamah Konstitusi dan Institusi sejenis se-Asia (AACC); dipercaya sebagai Sekretariat Tetap bidang Perencanaan dan Koordinasi AACC serta terpilih secara bulat sebagai perwakilan benua Asia untuk duduk dalam Badan Pekerja (Biro) World Conference of Constitutional Justice.
Pertemuan Bilateral dengan Dubai Judicial Institute
Dalam rangkaian kunjungan kerja delegasi Mahkamah Konstitusi ke Uzbekistan dan Uni Emirat Arab pada Senin (4/12), Ketua MK Arief Hidayat melakukan pertemuan bilateral dengan Direktur Dubai Judicial Institute Jamal Al Sumaiti di ruang pertemuan utama Gedung Kantor Dubai Judicial Institute, Al Rebat Street, Dubai.
Agenda pertemuan antara Mahkamah Konstitusi dengan Dubai Judicial Institute, di antaranya untuk penjajakan kerja sama guna mempertajam jaringan internasional MKRI. Ada beberapa tawaran program yang dapat dilakukan, yaitu pertukaran informasi, pertukaran putusan, serta peningkatan kapasitas pegawai Mahkamah Konstitusi. MK RI telah memiliki komitmen dalam program prioritas nasional untuk meningkatkan kapabilitas para pegawai dalam rangka mendukung peningkatan kualitas putusan MK.
Dubai Judicial Institute merupakan institusi Pemerintah yang memiliki wewenang untuk memberikan pendidikan, pelatihan dan pemutakhiran teknologi bagi para hakim, para asisten hakim, Jaksa, serta para praktisi hukum di Dubai. Selain sebagai lembaga pendidikan, Dubai Judicial Institute juga memiliki lembaga penelitian yang menghasilkan jurnal, majalah, dan aplikasi elektronik yang bisa diakses oleh masyarakat Dubai pada khususnya dan masyarakat Internasional pada umumnya. Semua upaya tersebut dilakukan dalam rangka meningkatkan kesadaran hukum masyarakat dan mempromosikan Dubai sebagai kota internasional yang berlandaskan hukum.
Dipilihnya penjajakan kerja sama dengan Dubai Judicial Institute dikarenakan negara jazirah arab tersebut memiliki keunggulan dalam mengelaborasi hukum syariah dan hukum perbankan Islam dengan sistem common law yang dianut oleh mayoritas negara barat. Kerja sama dengan Dubai Judicial Institute diharapkan untuk dapat diselenggarakan pada 2018. Pada 2017, MKRI telah menjalin kerja sama dan mengirimkan beberapa pegawai ke The Hague University, Belanda, dan Max Planck Institute, Jerman.(NL/LA)