Mahkamah Konstitusi menggelar sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) 2014 untuk Provinsi Sumatera Barat (Sumbar), Selasa (10/06), dipimpin oleh Hakim Konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi. agenda sidang kali ini untuk mendengarkan keterangan saksi-saksi yang diajukan oleh pemohon Nasdem, Hanura dan Golkar
Dalam kesempatan tersebut, Partai Nasdem mengajukan mantan Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Bambang Eka Cahya Widodo, sebagai ahli untuk memberikan pendapatnya mengenai persoalan yang terjadi di dapil Sumbar II untuk pengisian kursi DPR, dapil Sumbar 4 dan 5 untuk DPRD Provinsi, serta dapil Solok Selatan 1 untuk DPRD Kabupaten/Kota.
Menurut Bambang Eka Cahya, masuknya Lasmidar dalam Daftar Calon Tetap (DCT) yang diajukan oleh Partai Golkar tidak memenuhi syarat, karena Lasmidar yang maju di dapil 5 Sumbar untuk DPRD Provinsi masih berstatus pegawai negeri sipil (PNS), dan tidak pernah mengajukan penguduran diri secara tetap sebagai PNS. Bambang Eka Cahya berpendapat seharusnya KPU melakukan verifikasi administrasi secara cermat, dan Bawaslu Sumbar melakukan pengawasan.
Lebih lanjut, Bambang Eka Cahya menilai koreksi KPU Sumbar yang dilakukan terhadap DCT yang diajukan Partai Golkar terlambat dan tidak cukup, karena tidak mempengaruhi konsekuensi hukum. Bambang Eka Cahya mengatakan, seharusnya Golkar juga melakukan proses seleksi dengan sungguh-sungguh, lolosnya Lasmidar sebagai caleg menunjukkan tidak seriusnya seleksi yang dilakukan internal partai, sehingga bambang menilai seharusnya DCT yang diajukan Golkar tidak sah, sehingga suara Golkar di dapil tersebut dianggap tidak ada.
Selain itu bambang Eka Cahya juga memberikan pendapatnya mengenai tertukarnya surat suara di dapil 1 Solok Selatan untuk DPRD Kabupaten/Kota. Menurutnya surat suara yang tertukar tidak boleh dianggap sebagai masalah yang ringan, karena surat suara yang tertukar mengakibatkan terhalangnya hak pemilih untuk menentukan siapa yang dipilih untuk mewakilinya dirinya di kursi parlemen. “Surat suara merupakan media ekspresi kehendak bebas yang sangat penting dan bermakna bagi seorang pemilih,” ujar Bambang. Menurutnya, jangan sampai hak pemilih tereduksi karena manajemen distribusi logistik yang tidak baik.
“Bagi calon anggota legislatif, tertukarnya surat suara untuk pemilih berarti membatasi hak mereka untuk dipilih, karena satu suara yang memilih mereka akan menentukan keterpilihan mereka sebagai anggota dewan,” kata Bambang. Ditegaskan olehnya, MK dapat melakukan koreksi terhadap persoalan tersebut sebagai rangkaian electoral justice sytem (sistem pengadilan pemilu).
Sementara terhadap persoalan pemungutan suara ulang dan pembukaan kotak suara yang terjadi di dapil Sumbar II untuk pengisian kursi DPR RI, Bambang Eka Cahya menjelaskan bahwa pemungutan suara ulang dapat dilakukan jika terjadi peristiwa-peristiwa khusus seperti yang diatur dalam Undang-Undang (UU). Sementara untuk pembukaan kotak suara yang dilakukan tanpa perintah pengadilan tidak dapat dibenarkan.
Pendapat Bambang Eka Cahya Widodo itu juga diperkuat oleh Pemohon dengan mengajukan sejumlah saksi dalam persidangan yang pada pokoknya menerangkan adanya pembukaan kotak suara oleh penyelenggara pemilu yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Zulfan Rasyid, saksi yang diajukan caleg perseorangan Partai Golkar untuk DPR Ri, Zulhendri Hasan, menjelaskan permasalahan yang terjadi di kabupaten Sijunjung, bahwa pihaknya tidak mendapatkan salinan penghitungan suara di tingkat Tempat Pemungutan Suara (TPS) telah terjadi perubahan data yang dimilikinya dengan data yang ada di Komisi Pemilihan Umum.
Setelah dicecar oleh Hakim Konstitusi Aswanto, ternyata Zulfan Rasyid merupakan caleg DPRD Provinsi Sumbar 6, dan majelis hakim konstitusi terpaksa menghentikan pemeriksaan karena saksi termasuk bagian dari Pemohon yang pemikirannya telah tertuang dalam permohonan.
Selanjutnya Mulyadi, yang juga diajukan oleh Zulhendri Hasan menjelaskan permasalahan yang terjadi di Kabupaten Darmasraya, bahwa Zulhendri kehilangan 35.927 suara. Mulyadi menerangkan hilangnya suara Zulhendri tersebut dengan cara dianggap tidak sah, tidak dihitung, dialihkan ke Golkar dan ke partai lain. Mulyadi menjelaskan saksi-saksi yang bertugas pada tingkat TPS hingga kabupaten telah mengajukan keberatan namun tidak ditanggapi KPU.
Keterangan mengejutkan diungkapkan oleh Syafrudin, Kampung Lambah, Kecamatan Kinali, Kabupaten Pasaman Barat, yang merupakan Ketua KPPS 86 Kampung Lambah. Syafruddin mengaku dipanggil oleh ketua Pimpinan Anak Cabang PDIP Pasaman Barat, Risnawanto, untuk menambah suara PDIP. Syafruddin mengakui dirinya mencoblos 7 surat suara untuk DPRD Kabupaten/Kota, DPRD Provinsi dan DPR RI, Syafruddin mengatakan saat itu ada 10 KPPS yang dipanggil oleh Risnawanto, termasuk dirinya pada saat itu, yaitu KPPS TPS 81, 82, 83, 84, 85, 87, 88, 89 dan 90 Jorong Enam Koto Utara, Kenagarian Kinali.
KPU Membantah
Namun pernyataan itu dibantah oleh KPU Pasaman Barat yang mengatakan tidak ada keberatan dari saksi-saksi partai pada rekapitulasi penghitungan suara. Pernyataan itu juga disampaikan kuasa hukum PDIP dengan mengajukan sejumlah saksi melalui jaringan video conference MK di Universitas Andalas.
Awaluddin menjelaskan calon anggota legislatif dari PDIP, Agus Susanto, semula suaranya diduga hilang, namun setelah dilakukan penghitungan ulang tidak ada masalah dengan perolehan suara masing-masing partai. Keterangan Awaluddin itu juga diperkuat dengan dua saksi PDIP lainnya yang mengatakan tidak ada keberatan dari saksi-saksi partai politik. (Ilham/mh)