Mantan hakim konstitusi yang juga pakar hukum administrasi dan tata negara, Prof. HAS Natabaya menyampaikan keahliannya pada sidang pembuktian PHPU Legislatif Provinsi Maluku, Senin (9/6). Natabaya menyatakan rekomendasi Bawaslu kepada KPU harus disampaikan secara tertulis agar memiliki kekuatan hukum dan dapat dipertanggungjawabkan.
Hal tersebut disampaikan Natabaya sebagai ahli Pihak Terkait yakni Caleg DPR RI dari Partai Golkar Dapil Provinsi Maluku, Hamzah Sangadji. Natabaya menyampaikan hasil rekapitulasi yang sudah ditandatangani penyelenggara Pemilu (KPU) sudah dapat dinyatakan sah. Natabaya menyampaikan hal tersebut ketika dimintai penjelasannya mengenai kericuhan pada rapat pleno rekapitulasi dan penetapan perhitungan suara Pemilihan Umum Calon Anggota DPR, DPD dan DPRD tahun 2014 di tingkat Provinsi Maluku.
Pada saat itu, Bawaslu Provinsi Maluku mengeluarkan rekomendasi lisan yang memerintahkan KPU Provinsi Maluku untuk menghitung ulang perolehan suara. Saat itu, sebagai tindak lanjut rekomendasi Bawaslu, KPU Propinsi Maluku dikabarkan membentuk tim kecil yang ditugaskan untuk melakukan rekapitulasi ulang.
Dalam pandangan Natabaya, tindakan Bawaslu tersebut menyimpang. Sebab, Bawaslu sebagai suatu lembaga tidak dimungkinkan untuk mengeluarkan rekomendasi lisan, melainkan harus mengeluarkan rekomendasi tulisan. Sebab, suatu rekomendasi harus memiliki kekuatan hukum dan jelas siapa yang bertanggung jawab atas perintah tersebut.
“Ketika Bawaslu mengeluarkan rekomendasi secara lisan, KPU (KPU Provinsi Maluku, red) selaku penyelenggara seharusnya menolak. Ketika terjadi perubahan rekapitulasi setelah KPU melaksanakan rekomendasi, maka perubahan rekapitulasi dianggap cacat hukum dan tidak sah,” tegas Natabaya di hadapan ketua panel hakim Ahmad Fadlil Sumadi yang didampingi Maria Farida Indrati dan Aswanto selaku anggota.
Meski rekomendasi lisan dikeluarkan karena adanya bukti-bukti nyata telah terjadi pelanggaran, Natabaya tetap dengan tegas menyatakan rekomendasi tersebut tidak sah. Sikap Natabaya pun tetap sama ketika ditanya tentang sifat rekomendasi lisan yang dilengkapiu dengan rekomendasi tertulis lewat berita acara. “Tetap saja harus ada tertulis karena nanti tidak ada dasarnya untuk pemeriksaan validitas dan harus ada yang bertanggung jawab secara keorganisasian. Meski ada berita acaranya, tetap saja (rekomendasi lisan, red) tidak sah karena dimulai dengan cara yang tidak sah,” tegas Natabaya lagi.
Ketika ditanya mengenai waktu rekapitulasi yang tidak lazaim, sampai 18 jam lebih, Natabaya mengatakan sepanjang rekapitulasi dilakukan tidak memenuhi peraturan perundang-undangan dapat dinyatakan tidak sah. Selain itu, terkait adanya banyak coretan dalam format C-1, Natabaya menjelaskan keputusan sah atau tidaknya perolehan suara dalam format di tingkat TPS tersebut diserahkan sepenuhnya kepada KPU.
Perubahan Perolehan Suara
Dalam sidang yang sama, Caleg DPR RI dari Partai Golkar Dapil Provinsi Maluku yang juga “lawan politik” Hamzah Sangadji yaitu Marleen J. Petta mendatangkan saksi untuk membuktikan dalilnya.
Sebelumnya, Marleen J. Petta, Caleg No. Urut 4 dari Partai Golkar tersebut mendalilkan adanya perbedaan perolehan suara miliknya di beberapa daerah. Perbedaan perolehan suara tersebut sangat berbeda jauh sehingga menyebabkan Marleen gagal melenggang ke Senayan. Perbedaan perolehan suara tersebut disampaikan para saksi yang dihadirkan Marleen.
Tim tabulasi Marleen J Petta mengatakan perolehan suara Caleg No. 4 tersebut bila dihitung dari penjumlahan C-1 di 150 TPS di Kabupaten Buru Selatan sebanyak 4507 suara. Namun, setelah rekap di provinsi, perolehan Marleen J Petta berubah menjadi 507 suara saja. Perubahan perolehan suara bagi Marleen juga terjadi di tingkat Kota Ambon dan Kabupaten Maluku Tengah. (Yusti Nurul Agustin/mh)