Partai Nasdem dan Partai Amanat Nasional (PAN) menghadirkan ahli, masing-masing Margarito Kamis dan Said Salahudin, pada persidangan Perselisihan Hasil Pemilu Legislatif (Pileg) 2014 untuk Provinsi Maluku Utara, Jumat malam (6/6) di Ruang Sidang Mahkamah Konstitusi (MK).
Saksi ahli, Margarito Kamis ingin menjelaskan konsekuensi-konsekuensi hukum atas penetapan perolehan suara yang tidak sesuai prosedur. “Majelis Hakim yang mulia, saya mengawali keterangan sebagai ahli dengan merumuskan dua hal. Pertama, apa konsekuensi dari prosedur yang ditetapkan dan wajib dipatuhi oleh seluruh penyelenggara pemilu legislatif, baik di pusat maupun di daerah. Termasuk di dalamnya adalah KPU Kabupaten dan KPU Provinsi,” urai Margarito di hadapan Majelis Hakim maupun pengunjung sidang.
Hal kedua, lanjut Margarito, pembahasan mengenai akibat hukum dari hasil perolehan suara calon dan atau parpol yang diperoleh melalui prosedur yang tidak sesuai dengan undang-undang (UU).
Margarito melanjutkan, rekapitulasi perolehan suara ditentukan prosedurnya oleh pembentuk UU dan dinyatakan secara tegas dalam UU No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum DPR, DPD dan DPRD Provinsi, Kabupaten dan Kota. “Lantas, untuk apa prosedur mesti ditetapkan dan dipenuhi? Prosedur menjamin kepastian hukum dan kepastian hukum itu menjadi salah satu dasar dalam Pemilu,” jelas Margarito.
Dikatakan Margarito, dalam prosedur perlu penetapan perolehan suara. Wajib bagi penyelenggara Pemilu menyerahkan hasil rekapitulasi, berita acara rekapitulasi yang sudah dituangkan dalam form yang sudah ditentukan oleh KPU kepada setiap saksi dari parpol.
“Apa konsekuesinya bila hasil rekapitulasi tidak diberikan? Tidak sah! Tidak ada dokumen lain yang bisa sah digunakan sebagai dasar dalam rekapitulasi di PPK. Hasil rekapitulasi yang dituangkan dalam berita acara di PPK menjadi dasar dan tidak ada bukti lain yang bisa dipakai untuk rekapitulasi di tingkat kabupaten,” tegas Margarito. “Hasil rekapitulasi di tingkat kabupaten menjadi dasar rekapitulasi di tingkat provinsi, begitu seterusnya sampai dengan ke KPU,” tambah Margarito.
Sementara itu ahli lainnya, Said Salahudin, adalah pemerhati bidang Pemilu. “Keterangan ini diberikan terkait dengan pelaksanaan dan pengesahan rekapitulasi perolehan suara anggota legislatif tahun 2014,” kata Said.
Makna Pemilu
Dijelaskan Said, pemilihan umum adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Dalam rangka memastikan penyelenggaraan Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPD dan DPRD Provinsi, Kabupaten dan Kota, dapat benar-benar menjadi sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang diselenggarakan secara langsung, umum, bebas, jujur dan adil, UU No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilu telah membuat satu sistem pengaturan Pemilu yang bersifat demokratis. Sistem yang dimaksud, di antaranya terkait dengan pengaturan perolehan suara, serta mekanisme penyelesaian keberatan dan atau perselisihan yang melibatkan parpol dan perseorangan sebagai peserta pemilu, KPU selaku penyelenggara Pemilu dan Mahkamah Konstitusi.
Keterangan Saksi-saksi
Usai penyampaian keterangan dua ahli, dihadirkan sejumlah saksi dari parpol-parpol. Hampir sebagian besar saksi mempersoalkan perolehan suara di sejumlah daerah. Di antaranya, ada saksi Faisal Salasa dari Partai Bulan Bintang (PBB) untuk tingkat TPS. “Saya menjadi saksi PBB di TPS 1 Desa Suakara,” kata Faisal.
Faisal menjelaskan, hasil pleno KPPS di Desa Suakara sesuai dengan form C1. Hasil penghitungan suara di Desa Suakara, PBB meraih 120 suara. Sedangkan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mendapatkan 23 suara.
Berikutnya, ada saksi dari PKS bernama Mohdar Baelusi, yang menerangkan perannya sebagai saksi mandat di pleno rekapitulasi di kota Ternate. “Pada saat rekapitulasi penghitungan suara di Ternate pada 21 April 2014, khusus untuk Dapil Ternate 3, PKS memperoleh suara total 1.444 suara. Sedangkan PBB memperoleh 1.246 suara.
Mohdar menambahkan, selama rekapitulasi penghitungan suara di Ternate, tidak ada perdebatan berarti atau yang substansial terkait dengan perbedaan angka-angka yang dipersoalkan oleh masing-masing saksi parpol.
“Mengenai angka perolehan suara, tidak ada keberatan dari para saksi. Namun, seingat saya, ada keberatan di TPS 5 Kelurahan Sangero. Keberatan itu bukan pada angka-angka setiap parpol maupun caleg, tetapi pada suara sah dan tidak sah di TPS itu,” tandas Mohdar. (Nano Tresna Arfana/mh)