Di Ruang Sidang Panel 3, Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pembuktian perkara-perkara Pemilu Legislatif di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) pada Kamis (5/6). Salah satu perkara yang diperiksa oleh MK adalah perkara yang diajukan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Amanat Nasional (PAN). Kedua saksi partai nasional tersebut memaparkan adanya penggelembungan suara.
PKS pada persidangan kali ini menghadirkan Tan Akbar yang menyampaikan adanya kejanggalan-kejanggalan saat pelaksanaan pleno di tinggat Kecamatan Welak, Kabupaten Manggarai Barat. Saat itu, Tan Akbar menjadi saksi yang menghadiri pleno pada 15 April 2014.
Salah satu kejanggalan yang ia saksikan, yaitu tidak hadirnya salah satu Ketua PPS pada pelaksanaan pleno hari kedua secara tiba-tiba. Saat itu, ketua PPS yang Tan Akbar tidak diketahui nama dan tempat bertugasnya itu dikabarkan sakit. Padahal, ketua PPS tersebut hadir pada pada pleno penghitungan perolehan suara untuk kursi DPR RI dan DPD. Merasa heran, Tan Akbar meminta pleno dihentikan dan berakhir dengan tidak ditandatanganinya form DA1 olehnya. Kejanggalan lain yang dilihat Tan Akbar, yaitu banyaknya tip-ex pada form C-1 di TPS 2 Desa Orong dan TPS 1 Desa Dunta.
Saat ia menyampaikan keberatan ke Panwas hanya dijawab dengan adanya kesalahan administratif saja. “Panwas ada sat itu dan jawaban mereka ketika kita tanya, ini persoalan administratif saja.” Ujar Tan Akbar yang juga meminta form keberatan namun tidak diberikan oleh PPK.
Pernyataan Tan Akbar pun dibenarkan oleh Jamanudin Nal yang merupakan saksi dari Partai Gerindra pada saat pleno di tingkat Kecamatan Welak berlangsung. Jamanudin mengatakan selain Desa Orong dan Desa Dunta, adanya tip-ex juga terlihat di C-1 TPS 02 Desa Wewa Kecamatan Welak. Nurdin pun menjelaskan bahwa ada penebalan di C-1 di TPS 1 Desa Dunta untuk PKPI.
Tentang adanya penggelembungan suara juga disampaikan saksi dari PAN. Yohanes Mongodeta yang pada saat pleno di Kabupaten Sumba Barat Daya menjadi saksi bagi Partai Demokrat mengatakan para saksi saat pleno menyampaikan keberatan dengan hasil perhitungan suara. Keberatan tersebut pun akhirnya berujung ke DKPP dan tengah ditindaklanjuti oleh DKPP.
Pada kesempatan ini, Pan juga menghadirkan Korneli Umbu Wosa sebagai saksi. Korneli sebeumnya merupakan caleg dapil Sumba Barat Daya dari PPP. Ia mengatakan saat pleno rekapitulasi perhitungan suara di Kabupaten Sumba Barat Daya pada 19 April 2014 digelar dengan pencahayaan yang minim. Saat itu Korneli melihat sendiri pencahayaan hanya menggunakan lampu sorot.
Selain itu, Korneli juga mengungkapkan saat pleno di kabupaten tersebut datang 20 orang bersenjatakan parang yang menggertak-gertak ketua TPS. Meski begitu, Korneli tidak dengan jelas mengatakan maksud kedua puluh orang yang datang saat itu. Selain itu, Korneli juga tidak bisa menjelaskan kronologi kejadian dengan detail. “Mereka datang Pukul 23.00 WITA malam, langsung mereka mengacungkan parang 20 orang, menggertak-gertak sama Pak Garlat sebagai ketua TPS di hadapan saya,” ujar Korneli. (Yusti Nurul Agustin/mh)