Pemohon La Ode Salimin dari DPD Maluku menghadirkan Ahli, Prof. HAS Natabaya yang juga mantan hakim konstitusi pada sidang lanjutan perkara Perselisihan Hasil Pemilu (PHPU) Legislatif 2014, Rabu (4/6) malam di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK). Majelis Hakim dipimpin oleh Hakim Konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi, didampingi Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati dan Aswanto.
HAS Natabaya menjelaskan hal yang menjadi dasar KPU melakukan koreksi terhadap hasil penghitungan perolehan suara di tingkat yang lebih rendah. “Karena ini merupakan proses mengenai hasil, kalau ada keberatan tentu harus ada laporan dari bawah maupun panwaslu, apakah memang ada pelanggaran mengenai hasil pemilu,” kata Natabaya.
Kalau tidak ada koreksi, perbaikan atau rekomendasi panwaslu, menurut Natabaya, maka hasil penghitungan KPU di tingkat kabupaten atau kota sudah dianggap benar. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Natabaya juga menanggapi Pemilu legislatif di Tual, Maluku yang suaranya sudah disahkan tanpa ada rekomendasi atau sanggahan yang sudah disetujui oleh seluruh saksi.
“Menurut saya, Pemilu di kota Tual sudah dianggap sah karena sudah diperiksa oleh pihak berwenang,” tegas Natabaya.
Lebih lanjut Natabaya menanggapi hasil pleno rekapitulasi provinsi, apabila rekapitulasi provinsi itu berpedoman pada hasil rekapitulasi di kabupaten. “Hasil yang provinsi dianggap tidak sah, karena itu adalah suatu proses, yang berarti harus melalui suatu jalur,” jelas Natabaya.
Dikatakan Natabaya, rekapitulasi yang sudah disahkan baik di tingkat kabupaten maupun kota tidak bisa diubah oleh provinsi bila hanya disampaikan secara lisan. Jadi harus disampaikan secara tertulis, serta harus dibuktikan lebih konkrit jumlah kerugian suaranya.
Selain itu Natabaya menerangkan proses suatu rekomendasi keluar dari Bawaslu, terhadap suatu aduan yang bisa jadi dasar KPU Provinsi untuk melakukan pembukaan kotak, koreksi maupun penghitungan ulang.
“Mengenai hal tersebut harus ada perintah dari Bawaslu, apakah memang betul terdapat pelanggaran-pelanggaran sehingga perlu adanya penghitungan ulang. Di samping itu keberatan pihak yang menggugat harus disertai bukti-bukti yang jelas,” papar Natabaya.
“Meskipun ada bukti-bukti, namun kalau hanya disampaikan secara lisan, maka hal itu disebut cacat demi hukum. Selain ada bukti, juga harus ada keberatan yang disampaikan secara tertulis,” tambah Natabaya.
Usai tanggapan dari Ahli Pemohon, Majelis Hakim menghadirkan Samuel Anto, saksi dari Pemohon Mamberob Yosephus Rumakiek, yang juga saksi pada Pemilu Legislatif 2014 di Maybrat, Papua Barat. Samuel menerangkan adanya perubahan jumlah suara setelah di tingkat provinsi. Namun ia tidak ingat secara persis jumlah perubahan suara tersebut.
“Pada saat rekapitulasi penghitungan hasil pemilu di Kabupaten Maybrat yang dilaksanakan hanya DPRD Kabupaten. Sementara untuk DPR Provinsi, DPR dan DPD tidak dilaksanakan rekapitulasi penghitungan hasil pemilu,” imbuh Samuel.
Selain itu ada saksi dari Pemohon Sopia Maipauw bernama Mufri Ali. Ia mengungkapkan, berdasarkan hasil pleno KPU di Papua Barat, Sopia Maipauw memperoleh 227 suara untuk Kabupaten Sorong Selatan. Di Kabupaten Sorong Selatan terdapat 13 distrik dan 4 dapil.
“Sementara Dapil Sorong Selatan 3 berdasarkan hasil rekap PPD maupun PPK, jumlah suara Sopia Maipauw sebanyak 1194 suara. Hal saya ketahui dari hasil rekap D A-1 untuk Dapil Sorong Selatan 3,” kata Mufri.
Ditambahkan Mufri, salah seorang anggota KPU Sorong Selatan, Tremadi mengatakan bahwa akan menaikkan suara salah satu kandidat tertentu sebanyak 10.000 suara dari KPU Sorong Selatan. Kandidat tersebut adalah calon nomor urut 1 bernama Abdullah Manaray, demikian ungkap Mufri. (Nano Tresna Arfana/mh)