Sejarah judicial review pertama kali muncul dalam praktik hukum di Amerika Serikat melalui putusan Supreme Court (MA) Amerika Serikat. Meskipun ketentuan judicial review tidak tercantum dalam UUD Amerika Serikat, MA Amerika Serikat membuat sebuah putusan yang ditulis dan didukung empat hakim agung lainnya yang menyatakan pengadilan berwenang membatalkan undang-undang yang bertentangan dengan konstitusi.
“Hingga melahirkan badan tersendiri untuk menguji UU, yaitu Mahkamah Konstitusi,” papar Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati menjelaskan sejarah lahirnya judicial review di berbagai negara kepada pengurus dan anggota DPC Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (Permahi) Provinsi Bangka Belitung, di sela-sela kesibukannya mengadili perkara perselisihan hasil pemilu, Senin (2/6) di Gedung Mahkamah Konstitusi.
Lebih lanjut Maria memaparkan sejarah pembentukan MK di Indonesia hingga kewenangan apa saja yang dimiliki MK. Menurutnya, MK RI memiliki empat kewenangan dan satu kewajiban. Wewenang pertama adalah menguji norma Undang-Undang dengan batu uji Undang-Undang Dasar 1945, meskipun UU tersebut dibuat oleh DPR dan Presiden. Wewenang kedua adalah memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945. Berikutnya, ada wewenang memutus pembubaran partai politik dan memutus perselisihan tentang hasil pemilu baik legislatif maupun presiden.
Selain itu, MK memiliki satu kewajiban yaitu memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa presiden dan/atau Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan maupun tindak pidana lainnya.
Kemudian, Maria Farida juga menjelaskan kepada mereka mengenai pemilihan Hakim Konstitusi. Dia mengatakan, Hakim Konstitusi berjumlah 9 orang dimana para hakim dipilih oleh tiga lembaga negara lain seperti MA, DPR, dan Presiden.
Pada kesempatan yang sama, Maria juga memberikan kesempatan kepada para mahasiswa tersebut untuk bertanya. Namun, karena keterbatasan waktu Maria hanya memberikan kesempatan itu hanya untuk dua orang saja. Sebelumnya, Maria juga meminta maaf karena ia harus melanjutkan sidang sengketa pemilihan umum legislatif yang saat ini sedang berlangsung di MK. (Utami Argawati/mh)