Sidang pembuktian perkara Perselisihan Hasil Pemilu (PHPU) Legislatif 2014 untuk Dapil Jawa Barat (Jabar) digelar oleh Panel Hakim III Mahkamah Konstitusi (MK) pada Jumat (30/5). Berbagai persoalan terungkap melalui keterangan para saksi yang diajukan sejumlah partai politik yang berperkara di MK. Di antaranya, adanya pencoblosan sebelum Pemilu oleh oknum penyelenggara Pemilu, tindakan PPK tidak sesuai dengan ketentuan, dan lainnya.
Mengawali persidangan, hadir saksi dari Partai Nasdem untuk Dapil Jabar I bernama Jody Ahmad Sujazi, yang juga sebagai relawan Nasdem. Ia menerangkan adanya perbedaan hasil penghitungan suara di TPS di Kecamatan Astana Anyar, Bandung. “Dalam persidangan ini, saya akan memberikan keterangan bahwa terjadi perbedaan perhitungan di PPK Astana Anyar meliputi 5 PPS, yaitu PPS Cibadak, Karang Anyar, Karasak, Panjunan, dan Pelindung Hewan. Dari 5 PPS itu, terjadi perbedaan perhitungan antara KPU dengan fakta yang kami temukan di lapangan. Dari 5 PPS itu, perbedaan penghitungan berjumlah 69 TPS dengan selisih suara 2.411,” papar Jody.
Perbedaan penghitungan antara KPU dengan fakta yang ditemukan Jody, sempat ditanyakan Majelis Hakim. “Yang Saudara tahu perbedaan antara Anda dan KPU tadi kenapa?” tanya Ketua Panel Ahmad Fadlil Sumadi didampingi Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati dan Aswanto. “Saya kumpulkan data dari tiap-tiap TPS itu dan ditemukanlah perbedaan-perbedaan itu, perubahan-perubahan perhitungan. Jadi saya kumpulkan dari data formulir C-1,” tambah Jody.
Kemudian ada Darmawan, saksi Partai Hanura pada Dapil Jabar V. Ia adalah saksi di Kecamatan Ciampea, Bogor, menerangkan terjadinya pencoblosan di TPS 10 sebelum dimulainya Pemilu di Desa Benteng. “Pencoblosan itu dilakukan oleh oknum petugas KPPS untuk meningkatkan suara caleg tertentu,” kata Darmawan. “Namun hasil perolehan suara itu dibatalkan oleh KPU karena kecurangan yang dilakukan oknum petugas KPPS tersebut. Kemudian dilakukan pemungutan suara ulang,” tambah Darmawan.
Saksi Partai Hanura untuk Dapil Jabar V lainnya, Hendrayana selaku Ketua DPC Hanura Kabupaten Bogor menjelaskan soal penghitungan suara Hanura di Kabupaten Bogor. Menurut Pemohon (DPP Hanura), Partai Hanura meraih 127.947 suara. Sedangkan menurut penghitungan KPU, Hanura meraih 109.489 suara. “Dengan demikian ada selisih sebesar 18.458 suara,” ungkap Hendrayana yang juga menjelaskan perolehan suara terendah terjadi di lima kecamatan di Kabupaten Bogor, yaitu di Kecamatan Cigudeg, Kelapa Nunggal, Ciampea, Tajur Halang, Ranca Bungur.
Data Tidak Layak
Berikutnya, ada saksi Partai Hanura untuk Dapil Jabar VI, Yoyo Effendi, yang juga menjadi saksi dalam Rapat Pleno Tingkat Kota Depok. Ia menuturkan telah menerima laporan dari saksi tingkat kecamatan tentang data sertifikat PA I PPK Tapos. “Data ini tidak layak dijadikan bahan rekapitulasi tingkat kabupaten dan kota. Ada empat kelurahan yang tidak dicantumkan angka-angka perolehan suara hasil Pemilu. Empat kelurahan itu adalah Sukatani, Sukamaju Baru, Jatijajar, Cilangkap,” urai Yoyo kepada Majelis Hakim.
Selanjutnya hadir Husni Mubarak dari Partai Golkar untuk Dapil Bekasi 3, sebagai saksi di PPK Jati Asih. Dirinya menyampaikan perolehan suara Golkar di Kecamatan Jati Asih pada 6 kelurahan, yaitu Jati Mekar (3.581 suara), Jati Asih (2.601 suara), Jati Kramat (2.500 suara), Jati Luhur (2.842 suara), Jati Rasa (2.370 suara) dan Jati Sari (2.317 suara).“Dengan demikian, total suara Golkar di Kecamatan Jati Asih berjumlah 16.211 suara,” imbuh Husni kepada Majelis Hakim.
Husni menambahkan, tidak ada permasalahan berarti dari hasil Pemilu Legislatif di Kecamatan Jati Asih yang memengaruhi Partai Golkar. Hanya saja, lanjut Husni, ada salah pengisian dari hasil perolehan suara Golkar di Jati Asih. “Itu pun sudah kami revisi kesalahan pengisian tersebut,” ucap Husni.
Sementara itu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) juga menghadirkan saksi bernama Rosenfield Panjaitan. Ia menjadi saksi PDIP untuk Kabupaten Bogor. Rosenfield menceritakan, sidang pleno pembacaan hasil Pemilu Legislatif di Kabupaten Bogor mulai pada 19 April 2014, selesai 23 April 2014.
“Dari hasil tersebut, tidak ada parpol-parpol yang merasa keberatan. Hasil Pleno KPU untuk provinsi, PDIP mendapat 333.093 suara. Sedangkan Partai Hanura meraih 107.034 suara,” kata Rosenfield.
Berikutnya, hadir saksi Partai Gerindra bernama David Tupang sebagai relawan dari Gerindra di Cibitung. Ia menjelaskan tentang penemuan di lapangan bahwa pada hari-H pencoblosan diketahui terjadi pengurangan jumlah suara caleg Gerindra bernama Habiburrahman di Desa Wanajaya dan Desa Wanasari, Cibitung. “KPU menetapkan 1873 suara. Sedangkan menurut penghitungan kami, seharusnya dia meraih 2.000 suara,” tegas David.
David mengungkapkan, pada waktu berlangsung Pemilu Legislatif 2014, tidak ada saksi-saksi dari Partai Gerindra yang hadir di TPS di Desa Wanajaya dan Desa Wanasari. “Jadi, yang sampai di TPS dua desa itu hanyalah surat mandat dari Gerindra untuk penunjukkan para saksi di sana,” ujar David.
Selesai pemungutan suara pada pukul 12.00 WIB, lanjut David, datanglah warga yang mengakui sebagai saksi dari Gerindra. Kesimpulannya menurut David, ada saksi-saksi lain yang mengatasnamakan Partai Gerindra, namun bukan resmi yang ditunjuk oleh Partai Gerindra. “Saudara Pemohon, saya minta dipastikan, sebenarnya yang ditugaskan secara resmi sebagai saksi itu siapa? Mereka yang dianggap orang Gerindra itu siapa? Supaya ditambahkan informasi tentang itu,” pinta Hakim Konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi. (Nano Tresna Arfana/mh)