Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perdana secara serempak perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Legislatif 2014 yang diajukan oleh 12 partai politik nasional serta 2 parpol lokal Aceh. Dalam sidang yang berlangsung pada Jum’at (23/5) tersebut, MK juga memeriksa 72 perkara yang diajukan oleh Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) yang mempersoalkan mengenai ambang batas parlemen 3,5 persen di seluruh dapil.
Parpol yang dipimpin oleh mantan Gubernur DKI Jakarta, Sutiyoso, sebagai Ketua Umum, dengan Sekretaris Jenderal M Yusuf Kartanegara itu, dalam permohonannya menggugat Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nomor 411/Kpts/KPU/2014 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota Secara Nasional Dalam Pemilihan Umum Tahun 2014, serta Keputusan KPU nomor 412/Kpts/KPU/2014 tentang Penetapan Partai Politik Peserta Pemilihan Umum Tahun 2014 yang Memenuhi dan Tidak Memenuhi Ambang Batas Perolehan Suara Sah Partai Politik Peserta Pemilihan Umum Secara Nasional dalam Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat tahun 2014, yang dikeluarkan KPU pada Jum’at (9/5) lalu.
Dalam permohonan yang terdaftar dengan nomor registrasi 08-15/PHPU-DPR-DPRD/XII/2014, PKPI mempersoalkan perolehan suara partai di tingkat DPR pada daerah pemilihan (dapil) Aceh I dan II, Sumatera Utara I, II, dan III, Jambi I, Sumatera Selatan I dan II, Jawa Barat I, II, III, IV, VI, VII, VIII, IX, X, dan XI, Banten I, II, dan III, Jawa Tengah I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, dan X, Jawa Timur I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X, dan XI, Nusa Tenggara Timur I dan II, Kalimantan Tengah I, Kalimantan Timur I, Kalimantan Selatan I, Sulawesi Utara I, Sulawesi Selatan I, II, dan III, Sulawesi Tenggara I, Sulawesi Barat I, serta Papua I.
Selain itu, PKPI juga mempersoalkan perolehan suara partai untuk tingkat DPRD Provinsi Dapil Banten 2 di Banten; Maluku Utara 5 di Maluku Utara; dan Papua 1 di Papua yang diajukan oleh perseorangan. Sementara untuk pengisian DPRD Kabupaten/Kota, PKPI mempersoalkan Dapil Deli Serdang 1, Medan 3 di Sumatera Utara; Batam 1 di Kepulauan Riau; Bungo 3 di Jambi; Musi Rawas 4, Empat Lawang 4 di Sumatera Selatan; Toraja Utara 1, Toraja Utara 3 di Sulawesi Selatan; Kepulauan Sula 3 di Maluku Utara; Jayapura 1, Nabire 2, Nabire 4, Mimika 2 (perseorangan) di Papua. Selain mempersoalkan perolehan kursi pada tingkat DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota, PKPI juga mempersoalkan ambang batas 3,5 persen di seluruh dapil.
PKPI dalam permohonannya berargumen telah terjadi kecurangan-kecurangan dalam penyelenggaraan Pemilu Legislatif 2014 sehingga merugikan PKPI. Pelanggaran-pelanggaran itu antara lain berupa pengurangan suara calon anggota legislatif PKPI untuk tingkat DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota, dan penggelembungan suara partai lain yang dilakukan oleh penyelenggara Pemilu. PKPI juga mempersoalkan adanya perbedaan hasil penghitungan suara pada tingkat Tempat Pemungutan Suara (TPS), Panitia Pemungutan Suara (PPS), Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), KPU Kabupaten/Kota, KPU Provinsi dan Termohon dalam perkara PHPU Legislatif yaitu KPU Nasional.
Berdasarkan dalil-dalil tersebut, Dewan Pimpinan Nasional (DPN) PKPI memohon kepada MK menyatakan batal dan tidak mengikat terhadap Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nomor 411/Kpts/KPU/2014 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota Secara Nasional Dalam Pemilihan Umum Tahun 2014, serta Keputusan KPU nomor 412/Kpts/KPU/2014 tentang Penetapan Partai Politik Peserta Pemilihan Umum Tahun 2014 yang Memenuhi dan Tidak Memenuhi Ambang Batas Perolehan Suara Sah Partai Politik Peserta Pemilihan Umum Secara Nasional dalam Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat tahun 2014.
Nasihat Hakim
Wakil Ketua MK Arief Hidayat, memberikan nasihat kepada PKPI untuk memberikan ketegasan mengenai tambahan dapil dalam permohonan karena menyangkut formalitas dan tenggang waktu. “Itu ada beberapa dapil yang Saudara tambahkan, yaitu dapil penambahan 5 dapil di 5 provinsi. Satu, Dapil Medan III Provinsi Sumatera Utara. Dua, Dapil Kepulauan Sulat III Provinsi Maluku. Dapil Jayapura I Provinsi Papua. Dapil Nabire II Provinsi Papua, dan Dapil Nabire IV Provinsi Papua ya. Jadi itu saya minta klarifikasi betul ada penambahan dari yang semula permohonan di 19 provinsi pada 67 dapil kemudian menjadi 72 dapil di 19 provinsi,” ujar Arief Hidayat.
Lebih lanjut Arief meminta kepada PKPI untuk melengkapi tanda tangan kuasa hukumnya yang tercantum dalam permohonan. Nasihat selanjutnya yang disampaikan Arief Hidayat adalah soal dasar hukum permohonan PKPI. “Dasar hukum Saudara itu hanya memasukkan PMK Nomor 1, padahal kita sudah merevisi ada PMK Nomor 3 Tahun 2014 ya,” ingat Arief.
Selanjutnya, Pemohon juga diminta oleh Guru Besar Fakulatas Hukum Universitas Diponegoro itu untuk memperbaiki kesesuaian antara daftar alat bukti dengan alat bukti yang diajukan, hal itu semata-mata untuk mempermudah Pemohon dalam melakukan pembuktian. “Menyangkut alat bukti, ini penting karena untuk bisa membuktikan dalil dalam posita Anda itu alat buktinya, tapi coba dicek kembali ya, daftar alat bukti dan kesesuaian daftar alat bukti itu dengan fisiknya karena kita lihat antara daftar alat bukti dengan bukti fisiknya tidak sesuai ya,” tegas Arief. (Ilham/mh)