Partai Bulan Bintang (PBB) mengajukan gugatan atau permohonan mengenai Perselisihan Hasil Pemilu Tahun 2014 pada 91 daerah pemilihan (dapil) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Sidang perdana perkara yang teregistrasi dengan Nomor 05-14/PHPU-DPR-DPRD/XII/2014 ini digelar pada Jumat (23/5) di Ruang Sidang Pleno MK.
Dalam pokok permohonannya, PBB mempermasalahkan dua Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU), yakni Keputusan KPU Nomor 411/Kpts/KPU/2014 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota Secara Nasional Dalam Pemilihan Umum Tahun 2014 serta Keputusan KPU Nomor 412/Kpts/ KPU/Tahun 2014 tentang Partai Politik yang Memenuhi dan Tidak Memenuhi Ambang Batas Parlemen di KPU, PBB dan PKPI dinyatakan tidak memenuhi ambang batas parlemen yaitu 3,5 persen.
Menanggapi permohonan Pemohon, Wakil Ketua MK Arief Hidayat meminta agar PBB memeriksa ulang jumlah dapil yang dipermasalahkan. Dalam permohonan awal, menurut Arief, PBB mempermasalahkan 89 dapil. “Sedangkan Kepaniteraan MK setelah memeriksa kembali hanya ada 41 dapil yang mengenai ambang batas, dan dapil perseorangan, jadi sebenarnya hanya 51 dapil. Perlu dilihat kembali pada permohonan ada posita dan petitum mengenai dapil,” saran Arief.
Selain itu, Arief meminta agar PBB sinkronisasi antara masalah yang didalilkan dengan alat bukti. Ketidakkonsistenan ini, lanjut Arief, akan memengaruhi pemeriksaan perkara oleh Majelis Hakim nantinya. “Pemohon ini misalnya dapil yang dipermasalahkan, alat buktinya bukan mengenai dalil yang dipermasalahkan. Yang dipermasalahkan daerah lain dengan posita dan alat bukti. Harus konsisten,” urainya.
Pada Senin (12/5) DPP PBB diwakili kuasa hukumnya melakukan pendaftaran permohonan PHPU 2014 dan kembali melengkapi permohonan pada Kamis (15/5). Pada posita atau dasar permohonan, PBB menggugat hasil rekapitulasi Pemilihan Legislatif di 22 provinsi dengan total jumlah perkara yang diregistrasi sebanyak 91 perkara. Dari seluruh perkara tersebut, 29 perkara terkait dengan perolehan suara partai di tingkat DPR, 7 perkara (Nusa Tenggara Timur 3; Sulawesi Barat 1; Sulawesi Barat 2; Sulawesi Barat 3; Maluku Utara 4; Papua 3, dan Papua 5) terkait dengan perolehan suara partai di tingkat DPRD Provinsi serta 53 perkara terkait dengan DPRD kabupaten/Kota. Selain itu, PBB juga mendaftarkan 1 perkara yang terkait dengan perseorangan calon anggota DPRD Kabupaten/Kota di Dapil Pidie Jaya 3, Aceh.
Beberapa pelanggaran yang dilakukan oleh penyelenggara Pemilu didalilkan oleh partai yang dipimpin oleh M.S. Ka’ban ini. Beberapa pelanggaran yang dianggap merugikan perolehan suara PBB, di antaranya pengurangan jumlah suara Pemohon, penggelembungan suara untuk beberapa partai tertentu, mobilisasi massa untuk memilih parpol tertentu, kekeliruan penyelenggara Pemilu dalam melakukan rekapitulasi perolehan suara, pembukaan kotak surat tanpa dihadiri saksi Parpol, dan lainnya.
Berdasarkan dalil-dalil tersebut, DPP PBB memohon MK menyatakan batal dan tidak mengikat terhadap Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nomor 411/Kpts/KPU/2014 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota Secara Nasional Dalam Pemilihan Umum Tahun 2014 serta Keputusan KPU Nomor 412/Kpts/ KPU/Tahun 2014 tentang Partai Politik yang Memenuhi dan Tidak Memenuhi Ambang Batas Parlemen di KPU, PBB dan PKPI dinyatakan tidak memenuhi ambang batas parlemen yaitu 3,5 persen khususnya pada dapil pemilihan yang dimohonkan. Selain itu, menetapkan kursi dan hasil perolehan suara yang benar untuk Pemohon pada masing-masing dapil yang dimohonakan oleh Pemohon. (Lulu Anjarsari/mh)