Karena dalil tidak beralasan menurut hukum, Mahkamah menolak seluruh permohonan Pengujian Undang-Undang (PUU) Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang dimohonkan oleh Mulyana Wira Kusumah, Hendardi, Aizzudin, Neta S. Pane, dan Bambang Isti Nugroho. Amar putusan Perkara No. 64/PUU-XI/2013 itu dibacakan langsung oleh Ketua MK, Hamdan Zoelva di Ruang Sidang Pleno MK, Senin (19/5).
Sebelumnya, Para Pemohon menganggap telah dirugikan dengan diberlakukannya pajak daerah berupa pajak rokok yang dipungut sebesar 10 persen dari cukai rokok. Selain itu, aturan tersebut dianggap menyebabkan adanya pajak ganda yang dikenakan pada satu objek pajak yang sama, yaitu rokok. Adanya pajak ganda tersebut dianggap telah menimbulkan ketidakpastian hukum yang adil dan perlakuan berbeda kepada para perokok, termasuk Para Pemohon.
Usai melalui serangkaian sidang hingga pemeriksaan bukti-bukti, Mahkamah memutuskan dalil Para Pemohon tersebut tidak beralasan menurut hukum. Sebab, konstitusi mengatur pajak tidak dipungut tanpa persetujuan rakyat atau wakilnya di parlemen. Terlebih, pajak digunakan kembali untuk kepentingan rakyat.
Mahkamah pun memahami bahwa dalam hukum pajak terdapat norma umum yang dihormati secara internasional, yaitu tidak ada pengenaan pajak ganda terhadap subjek pajak karena akan membebani wajib pajak. Dalam praktik pengenaan pajak internasional, pajak ganda diartikan sebagai pengenaan pajak dari dua negara atau lebih yang saling tumpang tindih. Artinya, pajak ganda berlaku bila satu pajak dan subjek pajak yang sama dikenai pajak lebih dari satu kali sehingga menimbulkan beban yang berat bagi subjek pajak.
Dalam putusan terdahulu, tepatnya putusan No. 30/PUU-XI/2013, Mahkamah pernah mempertimbangkan mengenai syarat pajak ganda. Kala itu Mahkamah menyatakan untuk pengenaan pajak ganda, baik subjek maupun objek pajaknya harus sama. Jikalau subjeknya sama dikenai pajak untuk objek yang berbeda maka itu bukanlah pajak ganda. Demikian pula apabila objek sama akan tetapi subjeknya berbeda maka hal itu bukanlah pajak ganda. Bila objek sama akan tetapi subjeknya berbeda maka hal itu bukanlah pajak ganda.
Berdasar syarat tersebut, Mahkamah pun dengan tegas mengatakan pajak daerah berupa pajak rokok yang dipungut sebesar 10 persen dari cukai rokok bukanlah pengenaan pajak ganda. Terlebih, subjek yang dikenai cukai adalah pengusaha pabrik atau tempat penyimpanan, dalam hal ini pabrik atau penyimpanan rokok. Sedangkan objek cukai adalah hasil tembakau, yang meliputi sigaret, cerutu, rokok daun, dan tembakau iris.
Dalam UU No. 28 Tahun 2009 diatur bahwa objek pajak rokok adalah konsumsi rokok, subjek pajak rokok adalah konsumen rokok, wajib pajak rokok adalah pengusaha pabrik rokok/produsen dan importir rokok yang memiliki izin. “Berdasarkan uraian tersebut di atas terdapat perbedaan antara objek dan subjek cukai dengan subjek dan objek pajak rokok. Objek cukai rokok adalah hasil tembakau yang meliputi sigaret kretek, sigaret putih, dan sigaret kelembak kemenyan, sedangkan objek pajak rokok adalah konsumsi rokok. Subjek cukai rokok adalah pengusaha pabrik atau pengusaha tempat penyimpanan, dan importir, sedangkan subjek pajak rokok adalah konsumen rokok,” jelas Hakim Konstitusi Muhammad Alim membacakan penggalan putusan Mahkamah tersebut sembari menyatakan dalil Para Pemohon tidak beralasan menurut hukum. (Yusti Nurul A./mh)