Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva merasa bersyukur, saat pertama ia dipercaya menjabat sebagai Ketua MK, ia memimpin lembaga itu dalam kondisi ‘kecelakaan’ dan dalam suasana di bawah nol.
“Saya memimpin ketika MK berada dalam keadaan yang paling terpuruk. Tapi saya katakan kepada seluruh karyawan dan para hakim MK, Insyaallah prahara yang melanda MK dalam empat sampai enam bulan akan selesai,” kata Hamdan dalam acara “Ceramah Umum Berjudul Prospek Kabupaten Bima ke Depan sebagai Center of Excellent Sciences Studies and Technology Development” pada Rabu (14/5) malam di Hotel Alia, Jakarta.
“Ternyata benar juga, dalam empat sampai enam bulan pasca kasus Akil Mochtar, MK sudah makin bagus kondisinya. Kepercayaan masyarakat sudah pulih. Saya katakan, kita tidak perlu banyak bicara. Kita bela diri di depan media, sia-sia saja. Karena itu kita buktikan kinerja MK melalui kerja keras. Termasuk memutuskan perkara, tidak apa-apa menggemparkan tapi bisa diterima,” ucap Hamdan.
Menurut Hamdan, pulihnya MK dalam waktu relatif cepat, memang di luar prediksi. Bahkan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI), belum lama ini mendapat kepercayaan dari Mahkamah Konstitusi se-Asia untuk menjadi Presiden Mahkamah Konstitusi se-Asia.
“Saya bertemu dengan pemimpin Mahkamah Konstitusi dari beberapa negara, mereka sangat hormat dengan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Bahkan di antara mereka, ada yang ingin membangun kerja sama dengan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Salah satunya adalah Mahkamah Konstitusi Rusia,” urai Hamdan.
Lebih lanjut Hamdan menyampaikan hal terkait judul ceramah. Bahwa Bima di masa lalu merupakan salah satu kesultanan besar di Indonesia. Pada abad 13 - 14 merupakan daerah yang sangat ramai sebagai jalur perdagangan para pedagang sebelum menuju Maluku untuk membeli rempah-rempah.
“Namun kalau melihat dari segi pendidikan, memang Bima termasuk terlambat. Kalau kita melihat catatan-catatan sebelum masa kemerdekaan Indonesia, di seluruh Nusa Tenggara adalah Nusa Tenggara Timur yang paling maju pendidikannya, kemudian Bima, setelah itu Lombok,” ujar Hamdan.
Jasa paling besar dilakukan oleh Sultan Salahudin di masa silam, perhatiannya yang luar biasa dan sangat strategis terhadap bidang pendidikan dengan mendirikan sekolah-sekolah madrasah di Kabupaten Bima.
“Semangat orang Bima untuk menuntut ilmu memang luar biasa. Walaupun rumahnya biasa-biasa saja, tapi yang penting anaknya bisa sekolah. Setelah itu bisa menunaikan ibadah haji,” imbuh Hamdan.
Selain itu, kata Hamdan, masyarakat Bima dikenal memiliki nilai-nilai khas di antaranya, sikap yang mudah menyesuaikan diri, demokratis dan egaliter. Berbekal nilai-nilai seperti itulah, untuk membangun sebuah masyarakat dan bangsa, harus berangkat dari nilai-nilai yang dimiliki masyarakat itu sendiri.
“Bangsa Jepang maju dengan values yang mereka miliki, demikian pula bangsa Jerman dan Korea,” tandas Hamdan. (Nano Tresna Arfana/mh)