Mahkamah Konstitusi menerima sebanyak 702 perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Legislatif 2014, baik yang diajukan oleh partai politik nasional, parpol lokal Aceh, dan perseorangan calon anggota DPD.
“Dari data permohonan yang masuk, setelah dilakukan pengolahan dan verifikasi, dapat diketahui sementara waktu ini jumlah perkara yang disampaikan ke MK sebanyak 702 perkara yang terdiri atas 30 perkara diajukan oleh perseorangan calon anggota DPD, dan sisanya 672 perkara diajukan oleh parpol nasional dan parol lokal Aceh,” papar Sekretaris Jenderal Janedjri M. Gaffar saat konferensi pers di lantai 2 gedung MK, Jakarta, Selasa (13/5).
Dibandingkan dengan PHPU legislatif yang ditangani MK pada 2009, dengan berbasiskan pada daerah pemilihan (Dapil) terdapat kenaikan jumlah perkara. Pada 2009 lalu, sebanyak 628 perkara diterima MK dari 38 parpol peserta Pemilu. Sedangkan pada 2014, sebanyak 702 perkara diajukan ke MK dengan peserta Pemilu sebanyak 15 parpol. “Artinya, pada tahun 2009 satu parpol rata-rata mengajukan 17 perkara. Sedangkan pada tahun 2014, satu parpol rata-rata mengajukan 48 perkara,” jelasnya.
Dari perkara yang masuk, kecuali Partai Aceh, seluruh partai politik peserta Pemilu mengajukan permohonan sengketa ke MK. “Yang perlu saya sampaikan, dari perkara yang masuk juga dapat diketahui pada umumnya seluruh parpol mempersoalkan suara yang ditetapkan KPU di seluruh provinsi kecuali Daerah Istimewa Yogyakarta. Dengan kata lain, hanya satu provinsi yang tidak dipersoalkan, yaitu DI Yogyakarta,” imbuhnya.
Menurut hasil verifikasi, Partai Bulan Bintang (PBB) menjadi parpol yang paling banyak mengajukan perkara, yaitu sebanyak 90 perkara. Disusul Partai Demokrat dengan 85 perkara, dan Partai Golkar dengan 73 perkara. Meskipun demikian, mengingat masa perbaikan permohonan berlangsung hingga Kamis (15/5) lusa, angka-angka tersebut masih dapat mengalami perubahan.
Melengkapi Permohonan
Sampai hari ini, proses penanganan perkara PHPU legislatif sampai pada tahap penyampaian akta penerimaan permohonan pemohon (APPP) dan akta permohonan lengkap (APL) atau akta permohonan tidak lengkap (APTL). “Semua sudah disampaikan pada pemohon, yaitu peserta Pemilu yang mengajukan permohonan PHPU. Berdasarkan data yang saya terima, berdasarkan unit pengolahan data PHPU, seluruhnya mendapat APTL sehingga mereka harus melengkapi dan memperbaiki berkas permohonannya,” ujar Janedjri.
Pemohon diberikan waktu 3x24 jam untuk memperbaiki permohonannya. Dengan demikian, pemohon paling lambat menyerahkan perbaikan permohonan ke MK, Kamis pukul 23:51 WIB. Ketidaklengkapan permohonan rata-rata disebabkan karena alat bukti yang dicantumkan dalam permohonan dengan fisiknya belum sesuai, permohonan belum mencantumkan perolehan suara yang diperselisihkan, hanya perolehan suara dari KPU tapi belum perolehan suara menurut pemohon. Apabila pemohon tidak melengkapi permohonannya sampai jangka waktu yang ditentukan, berkas permohonan yang ada akan langsung disampaikan pada majelis hakim yang akan memeriksa dan mengadili perkara tersebut. (Lulu Hanifah/mh)