Mahkamah Konstitusi kembali menggelar sidang lanjutan perselisihan hasil pemilihan gubernur dan wakil gubernur Provinsi Lampung tahun 2014. Dalam sidang yang dipimpin Wakil Ketua MK Arief Hidayat, saksi pemohon mengungkapkan telah terjadi pemberian uang, gula, dan mie instan.
Wawan Solihada, seorang pemerintah desa (Pratin) Pekon/Desa Sumber Agung, Pedukuhan Banjar Agung, Kabupaten Pesisir Barat mengaku menyaksikan Tim Sukses Pihak Terkait M Ridho Ficardo dan Bakhtiar Basri bercerita adanya pembagian uang di daerah Krui pada 13 Juli 2013 lalu. “Kemudian saat lebaran ada bagi-bagi gula dan mie instant sebanyak 4 truk dari pasangan Ridho-Bachtiar,” ujar Wawan dalam sidang perkara nomor 8/PHPU.D-XII/2014 di Ruang Sidang Pleno Gedung MK, Jakarta, Selasa (6/5).
Dua hari sebelum pemilihan, ia menjelaskan Pratin dikumpulkan oleh Bupati Pesisir Barat. Perwakilan dari tiap kecamatan, termasuk camat dan kepala dinas hadir. “Lalu satu hari sebelum pencoblosan seluruh Pratim dipanggil camat. Di sana ada amplop, sebelum saya terima saya tanya, katanya ini dari Ridho, uang sejumlah 9 juta. Itu uang mau dikasih ke masyarakat agar masyarakat memilih Ridho. Saya bagikan uang itu, pembagiannya per orang 20 ribu. Pesan dari Pak Camat ‘saya tidak mau tau, kalau sampai Ridho kalah’,” ujarnya menirukan kata-kata camat.
Pemodal Memasuki Ranah Politik
Dalam persidangan sebelumnya, terungkap fakta bahwa yang membagikan uang serta gula adalah salah satu pimpinan sebuah perusahaan gula. Menanggapi hal tersebut, dalam kesempatan yang sama, saksi ahli pemohon Maruarar Siahaan menilai para pemodal yang sudah memasuki ranah politik berbahaya bagi kegiatan politik. “Ini adalah bahan yang sangat menjadi fokus kita bahwa ada organisasi kapital yang masuk dalam pilkada dan mendukung satu pasangan calon yang dilakukan dengan cara membagikan uang. Dalam kondisi tersebut, yang paling mengkhawatirkan kalau intervensi dilakukan oleh bisnis yang sifatnya asing. Karena dalam politik, there’s no free lunch,” jelasnya.
Mengenai dukungan terhadap pasangan Ridho-Bachtiar, pemberian gula pasir termasuk money politic karena untuk membeli gula juga menggunakan uang. “Apakah proses ini mempengaruhi hasil, menurut saya pasti karena adanya bukti yang dikatakan masif dan cukup berada di seluruh wilayah Lampung,” imbuhnya.
Pada sidang sebelumnya, Pemohon mendalilkan kekarutmarutan dalam pelaksanaan pemilukada Provinsi Lampung putaran kedua dengan belum diterimanya laporan KPU Lampung mengenai hasil penghitungan suara yang ditunda sampai tanggal 6 Mei 2014. Selain itu, Pemohon mendalilkan adanya pengurangan suara Pemohon serta adanya perbedaan penentuan sah tidaknya surat suara di antara panitia pelaksana. Pemohon juga mendalilkan ada sebuah korporasi sebagaimana dalam undang-undang tidak boleh lebih dari Rp350 juta. Akan tetapi terjadi pembagian gula secara masif terjadi di seluruh Lampung dengan pembagian ribuan ton gula. (Lulu Hanifah/mh)