Kepala Biro Perasuransian Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) Isa Rachmatarwata yang mewakili Pemerintah menyatakan pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UU Pasar Modal) dan UU No. 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan (UU LPS) bukan isu konstitusionalitas.
Pertama, Pemerintah mempertanyakan kedudukan hukum Pemohon, apakah dalam kapasitas pejabat LPS yang bertindak untuk dan atas nama pribadi atau pejabat LPS yang bertindak untuk dan atas nama LPS. Karena menurut Pemohon Pasal 38 ayat (5) dan Pasal 42 ayat (5) UU LPS berpotensi merugikan keuangan negara, sementara menurut Pemerintah pihak yang merugikan keuangan negara dan dapat dipidana adalah perseorangan, bukan lembaga. “Sehingga kekhawatiran yang disampaikan Pemohon bukanlah isu konstitusionalitas,” ujar Isa dalam sidang lanjutan perkara nomor 27/PUU-XII/2014 di Ruang Sidang Pleno Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (5/5).
Kata ‘dapat’ dalam Pasal 85 ayat (2) menurut Pemohon tidak mengikat sehingga Pasal 85 ayat (2) dan ayat (3) tidak memberikan kepastian hukum. Sementara menurut Pemerintah, ketentuan tersebut tidak tepat dibawa ke ranah MK. Kata dapat, imbuhnya, harus dimaknai dalam memberikan pinjaman pada LPS, Pemerintah dalam mengelola keuangan negara harus tunduk pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Sehingga Pemerintah tidak dapat serta merta memberikan pinjaman pada LPS.
Lebih lanjut terkait kerahasian bank dan penjualan saham bank gagal yang ditangani LPS, hal tersebut dinilai Pemerintah hanya soal penerapan norma dan implementasi tidak terkait konstitusionalitas norma. “Apabila Pemohon merasa kesulitan, sebagai anggota Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK), Pemohon seyogianya menyampaikan kesulitan tersebut ke FKSSK,” imbuhnya.
Sebelumnya LPS mengajukan permohonan uji materi UU Pasar Modal dan UU LPS ke Mahkamah Konstitusi. Pada sidang perdana, LPS yang diwakili kuasa hukumnya Eri Hertiawan menyatakan bahwa tindakan atau perbuatan hukum yang akan dilakukan oleh LPS berpotensi menjadi terhambat dengan adanya pasal-pasal yang diujikan.
Pasal 45 UU Pasar Modal, Pasal 6 ayat (1) huruf d, Pasal 30 ayat (5), Pasal 38 ayat (5), Pasal 42 ayat (5), Pasal 85 ayat (2) dan ayat (3) UU LPS yang diujikan tersebut terkait fungsi, tugas, dan wewenang LPS. “Kami mengambil contoh terhadap fungsi dari LPS untuk menjamin simpanan nasabah penyimpan. Untuk melaksanakan tugas melaksanakan pengambilan simpanan, LPS mempunyai hak juga untuk mendapatkan data nasabah. Dalam kaitannya dengan data nasabah, ada perundang-undangan lain yang mengatur mengenai rahasia bank,” ujar Eri dalam sidang perdana perkara nomor 27/PUU-XII/2014 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis (27/3).
Dalam konteks rahasia bank itu, sambung Eri, LPS berpotensi untuk mengalami hambatan karena ada bank yang berdampak sistemik tengah diselamatkan. Terhadap bank tersebut, pihak LPS harus melakukan pemeriksaan. Namun, tugas itu lagi-lagi terhambat lantaran adanya ketentuan terkait rahasia bank.
Selain itu, kewajiban LPS untuk menjual seluruh saham bank gagal, baik yang tidak berdampak sistemik dan yang berdampak sistemik, dalam waktu tertentu juga dapat terhalang lantaran harga atau upaya untuk menjual saham bank gagal tersebut nilainya di bawah nilai penyertaan modal sementara. (Lulu Hanifah/mh)