Seorang warga negara, Taufiq Hasan sebagai pemohon prinsipal menilai aturan dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (UU Pilpres) dan UU No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU Pileg) bertentangan dengan konstitusi.
Memilih pada pemilihan umum bagi warga negara yang berhak, dinilai Pemohon bukan sekadar hak. Pemilih juga punya kewajiban dalam pemilu, yakni untuk mencoblos apa yang dipilih. Hal tersebut yang mendasari Pemohon menguji materi Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28 UU Pilpres serta Pasal 19 ayat (1) dan Pasal 20 UU Pileg. “Pada permohonan ini kami memohonkan yakni pengujian Undang-Undang Pemilu baik pileg ataupun pilpres karena Pemilu yang dilaksanakan sudah beberapa kali oleh bangsa Indonesia ini jelas-jelas menyimpang dari Undang-Undang Dasar tahun 1945 atau inkonstitusional karena tidak ada kewajiban yang dibebankan kepada rakyat padahal dalam konstitusi mengamanatkan hal tersebut,” ujar Taufiq dalam sidang perdana perkara nomor 39/PUU-XII/2014 yang dipimpin hakim konstitusi Muhammad Alim di ruang sidang MK, Jakarta, Senin (5/5).
Batu uji yang digunakan Taufiq adalah Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi, “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.” Dalam penjelasan tersebut, menurutnya sudah jelas dalam Pemilu rakyat punya kedaulatan tanggung jawab, hak, dan kewajiban untuk memilih pemimpin dan wakil rakyat. “Jadi, punya hak dan kewajiban bukan cuma punya hak seperti yang dipahami selama ini seharusnya UU Pemilu harus bisa menjelaskan mana yang itu hak rakyat dan mana yang kewajibannya,” imbuhnya.
Adapun Pasal 27 ayat (1) UU Pilpres berbunyi:
Warga negara Indonesia yang pada hari pemungutan suara telah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin mempunyai hak memilih.
Pasal 28 UU Pilpres berbunyi:
Untuk dapat menggunakan hak memilih, warga negara Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 harus terdaftar sebagai Pemilih.
Sedangkan Pasal 19 ayat (1) UU Pileg berbunyi:
Warga Negara Indonesia yang pada hari pemungutan suara telah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin mempunyai hak memilih.
Pasal 20 UU Pileg berbunyi:
Untuk dapat menggunakan hak memilih, Warga Negara Indonesia harus terdaftar sebagai Pemilih kecuali yang ditentukan lain dalam Undang-Undang ini.
Nasihat Hakim
Menanggapi permohonan Pemohon, Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati menasihati pemohon untuk memperbaiki petitumnya yang meminta MK menyatakan pasal-pasal tersebut bertentangan dengan konstitusi. “Kalau Anda menyatakan dalam petitum (permintaan permohonan) pasal itu rancu, berarti harus dihilangkan, gitu kan? Enggak dipakai. Terus, bagaimana nanti orang akan melakukan pemilihan umum kalau dua pasal yang Anda mohonkan ini? Atau Pasal 27 kemudian seperti redaksi yang lama, ini kemudian dinyatakan tidak berlaku, hilang sama sekali? Bagaimana caranya orang memilih,” ujarnya. (Lulu Hanifah/mh)