Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Indonesia, Satya Arinanto menyatakan Pasal 70 dan Penjelasan Pasal 70 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (UU AAPS) berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum.
Menurut Satya, tiga persyaratan untuk mengajukan permohonan pembatalan putusan arbitrase yang dimuat dalam Pasal 70 UU AAPS sebenarnya berasal dari Pasal 643 reglemen acara perdata (Reglement op de Recthvordering, hukum acara perdata yang berlaku bagi golongan Eropa dan Timur Asing semasa Hindia Belanda) yang mencantumkan sepuluh persyaratan. “Namun setelah meneliti, saya tidak menemukan latar belakang politik dan hukum kenapa dari sepuluh yang diambil tiga unsur,” ujarnya dalam sidang uji materi UU AAPS yang dipimpin Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat di ruang sidang pleno MK, Jakarta, Rabu (30/4).
Tujuh ketentuan lain yang tidak dimuat dalam Pasal 70, dinilai dapat digunakan oleh pihak yang tidak puas dengan putusan arbitrase untuk tidak memenuhi kewajibannya. “Ini yang menyebabkan pada Penjelasan Pasal 70 UU AAPS memuat frasa ‘antara lain’. Sebenarnya masih ada alasan lain selain tiga itu yang dapat digunakan para pihak,” imbuhnya.
Selain itu, ketidakpastian hukum juga muncul lantaran tidak ada ketentuan yang mengatur prosedur pengajuan permohonan pembatalan putusan arbitrase. Sehingga pada praktiknya, permohonan pembatalan yang diajukan berupa gugatan perdata kepada arbiter yang bersangkutan, padahal cukup dimintakan penetapan tentang pembatalan dari pengadilan negeri, kecuali apabila arbiter melakukan kesalahan.
Sementara Pihak Terkait, Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) yang diwakili Harianto Sunidja menjelaskan agar putusan arbitrase memiliki kekuatan memaksa, putusan tersebut harus didaftarkan ke pengadilan negeri dalam waktu 30 hari setelah putusan diserahkan. Pentingnya mendaftarkan putusan arbitrase ke pengadilan karena pengajuan pembatalan putusan arbitrase hanya dapat diajukan pada putusan yang telah didaftarkan di pengadilan negeri dengan alasan-alasan permohonan pembatalan yang harus dibuktikan di pengadilan.
Sebelumnya, sejumlah pihak yang bersengketa di BANI menggugat Penjelasan Pasal 70 UU AAPS ke MK. Dalam sidang perdana Perkara Nomor 15/PUU-XII/2014 tersebut, Pemohon yang diwakili kuasa hukum Andi Syafrani merasa berpotensi dirugikan dengan Penjelasan Pasal 70 UU AAPS. Pemohon pernah bersengketa di BANI dengan Perkara Nomor 443/I/ARB-BANI/2012. BANI memutuskan mengabulkan sebagian apa dimintakan dalam gugatan, tetapi Pemohon merasa ada beberapa hal yang masih perlu dipertimbangkan ulang dalam putusan itu.
“Karenanya kami menggunakan hak kami sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh Undang-Undang AAPS untuk mengajukan permohonan pembatalan putusan arbitrase di BANI yang diajukan ke Pengadilan Negeri Bandung karena putusan tersebut didaftar diregistrasi di sana tempat di mana pihak Tergugat berada,” jelas Andi, Kamis (6/3) silam.
Dalam putusan di Pengadilan Negeri Bandung, Andi mengaku gugatan Pemohon banyak dikabulkan. Pihak Termohon lalu mengajukan proses banding ke Mahkamah Agung dan hingga kini masih berproses.
Pasal 70 UU AAPS menyatakan:
Terhadap putusan arbitrase para pihak dapat mengajukan permohonan pembatalan apabila putusan tersebut diduga mengandung unsur-unsur sebagai berikut:
a. Surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan, setelah putusan dijatuhkan, diakui palsu atau dinyatakan palsu;
b. Setelah putusan diambil ditemukan dokumen yang bersifat menentukan, yang disembunyikan oleh pihak lawan; atau
c. Putusan diambil dari hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam pemeriksaan sengketa
Adapun Penjelasan Pasal 70 UU AAPS menyatakan: ....Alasan-alasan permohonan pembatalan yang disebut dalam pasal ini harus dibuktikan dengan putusan pengadilan. Apabila pengadilan menyatakan bahwa alasan-alasan tersebut terbukti atau tidak terbukti, maka putusan pengadilan ini dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan bagi hakim untuk mengabulkan atau menolak permohonan.
Penjelasan Pasal 70 UU AAPS dinilai Pemohon mengandung norma baru atau perubahan terselubung yang bertentangan dengan substansi pokok pasalnya. Selain itu, Pemohon juga menilai Penjelasan Pasal 70 tidak operasional dan menghalangi hak hukum untuk pencari keadilan. Oleh karena itu, Pasal 70 UU AAPS tersebut dinilai bertentangan dengan konstitusi khususnya Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. (Lulu Hanifah/mh)