Sidang pengujian Undang-Undang No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas UU No. 12 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda) dan UU No. 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum (UU Pemilu) kembali digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Rabu (30/4) di Ruang Sidang Pleno MK. Beberapa pemohon tercatat sebagai pemohon uji materiil Pasal 56 ayat (1) UU Pemda dan Pasal 1 angka 4 UU Penyelenggara Pemilu tersebut, yakni Forum Kajian Hukum dan Konstitusi serta beberapa pemohon perseorangan.
Dalam sidang tersebut, Ryan Muhammad selaku kuasa hukum, menjelaskan telah memperbaiki permohonan sesuai dengan saran Majelis Hakim pada sidang sebelumnya. Ryan mengungkapkan adanya penambahan pemohon. “Yang awalnya hanya lima Pemohon, menjadi tujuh Pemohon,” ujarnya di hadapan Majelis Hakim yang dipimpin oleh Wakil Ketua MK Arief Hidayat.
Selanjutnya, pemohon juga menguatkan dari segi kerugian konstitusional, khususnya kerugian konstitusional dari Pemohon III hingga Pemohon VII. Kerugian konstitusional yang secara potensial, yaitu dari segi jaminan rasa aman dan dampak dari konflik sosial yang terjadi dari diselenggarakannya pilkada langsung selama ini yang dikhawatirkan akan membahayakan keamanan dan atau rasa aman dari para Pemohon.
Dalam pokok permohonan, Pemohon mendalilkan dua pasal tersebut telah melanggar hak konstitusional para pemohon. Pasal 56 ayat (1) UU Pemda menyatakan “Kepala daerah atau wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Sementara, Pasal 1 angka 4 UU Penyelenggara Pemilu menyatakan “Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota adalah Pemilihan untuk memilih gubernur, bupati dan walikota secara demokratis dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.
Ryan menjelaskan Pasal 56 ayat (1) UU Pemda dan Pasal 1 angka 4 UU Penyelenggara Pemilu bertentangan dengan Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 karena tidak ditegaskan adanya frasa “dipilih secara langsung” dalam mekanisme pemilihan kepala daerah, melainkan hanya ditegaskan secara limitatif dengan frasa “dipilih secara demokratis”, sedangkan makna “dipilih secara demokratis”yang terdapat dalam Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 adalah dipilih melalui mekanisme musyawarah/perwakilan bukan dipilih secara langsung seperti pemilihan Presiden/Wakil Presiden dalam Pasal 6A ayat (1) UUD 1945. Oleh karena itu, dalam petitumnya, Pemohon meminta MK untuk menyatakan Pasal 56 ayat (1) UU Pemda dan Pasal 1 angka 4 UU Penyelenggara Pemilu, bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 18 ayat (4), Pasal 22E ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945. (Lulu Anjarsari/mh)