Pasangan Bupati-Wakil Bupati Kabupaten Sumba Barat Daya, Markus Dairo Talu-Ndara Tanggu Kaha menggugat aturan terkait pengesahan dan pengangkatan pasangan calon bupati dan wakil bupati terpilih dalam Pemilukada. Sidang perdana perkara yang teregistrasi Kepaniteraan MK dengan Nomor 38/PUU-XII/2014 ini digelar pada Selasa (29/4) di Ruang Sidang Pleno MK.
Dalam pokok permohonannya, Pemohon menjelaskan hak konstitusionalnya terlanggar dengan berlakunya Pasal 109 ayat (4) UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda) terhadap Undang-Undang Dasar 1945. Pasal 109 ayat (4) UU Pemda menyatakan “Pasangan calon bupati dan wakil bupati atau walikota dan wakil walikota diusulkan oleh DPRD kabupaten/kota, selambat-lambatnya dalam waktu 3 (tiga) hari, kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur berdasarkan berita acara penetapan pasangan calon terpilih dari KPU kabupaten/kota untuk mendapatkan pengesahan pengangkatan”. Pemohon menilai berdasarkan Pasal 109 ayat (4) UU Pemda, DPRD Kabupaten Sumba Barat Daya telah meneruskan usulan pengesahan pengangkatan Bupati dan Wakil Bupati Sumba Barat Daya terpilih kepada Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia. Namun menurut Pemohon, Gubernur justru menyerahkan nama Pasangan Calon lain kepada Menteri Dalam Negeri sehingga tidak meneruskan usulan pengesahan dan pengangkatan para Pemohon. Hingga permohonan diajukan, para Pemohon telah tiga kali meminta kepada Gubernur Nusa Tenggara Timur terkait hal tersebut namun belum juga mendapat tanggapan.
Pemohon yang diwakili oleh Robinson selaku kuasa hukum menjelaskan pelaksanaan Pemilukada Bupati dan Wakil Bupati Daerah di Tingkat Kabupaten di Kabupaten Sumba Barat Daya dimenangkan oleh para Pemohon sebagaimana tercantum dalam Berita Acara Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara dalam Pemilihan Umum Bupati dan Wakil Bupati Daerah di Tingkat Kabupaten oleh KPU Kabupaten Sumba Barat Daya Tahun 2013 tanggal 10 Agustus 2013. Kemudian, ditegaskan oleh Putusan MK Nomor: 103/PHPU.D-XI/2013, tanggal 29 Agustus 2013 dengan amar menolak permohonan yang diajukan oleh Kornelius Kodi Mete – Daud Lende Umbu Moto. Kemudian, berdasarkan pada Putusan MK tersebut, KPUD Sumba Barat Daya mengirimkan surat perihal Penyampaian Kelengkapan Administrasi Pasangan Calon Terpilih Bupati Dan Wakil Bupati Sumba Barat Daya, tertanggal 2 September 2013 kepada DPRD Kabupaten Sumba Barat Daya.
Hingga permohonan ini diajukan, para Pemohon telah tiga kali meminta kepada Gubernur Nusa Tenggara Timur untuk meneruskan usul DPRD kepada Menteri Dalam Negeri namun belum juga mendapat tanggapan dari Gubernur Nusa Tenggara Timur tersebut. “Usulan dari gubernur tidak pernah dikirimkan kepada Mendagri dengan alasan tidak pernah mendapat berkas dari DPRD, tapi dapat dari calon lain berdasarkan penghitungan ulang pasca putusan MK. Perbuatan Polisi dan KPU, sudah dilaporkan kepada DKPP dengan putusan mengabulkan seluruhnya kepada pengadu,” ungkapnya.
Berdasarkan hal tersebut, Pemohon yang diwakili oleh Robinson mendalilkan menyangkut frasa “melalui Gubernur” telah merugikan hak-hak konstitusional para Pemohon dan menimbulkan ketidakpastian hukum. Menurut Pemohon frasa kalimat tersebut tidak mengatur mengenai berapa lama tenggang waktu bagi Gubernur untuk meneruskan surat usulan dari DPRD kabupaten/kota. “Aturan tersebut tidak memuat batasan waktu sehingga gubernur dapat seenaknya,” jelasnya.
Untuk itulah, Pemohon meminta MK menyatakan sepanjang anak kalimat “melalui Gubernur” sebagaimana tercantum di dalam Pasal 109 ayat (4) UU Pemda bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Nasihat Hakim
Majelis Hakim yang diketuai oleh Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati dengan didampingi Aswanto dan Muhammad Alim memberikan saran perbaikan kepada pemohon. Maria menjelaskan permohonan Pemohon bersifat faktual dan implementasi pasal yang tidak benar. “Anda harus menguatkan alasan permohonan. Melalui putusan sebelumnya kami tahu apa yang terjadi, namun yang harus anda dalilkan bukan mengenai yang terjadi, tapi anda harus menguraikan kenapa pasal ini menjadi tidak inkonstitusional sehingga apa yang anda kemukakan harus dikembangkan kembali dan terbukti bahwa pasal ini bertentangan dengan UUD 1945,” ungkapnya. (Lulu Anjarsari/mh)