Mantan Tentara Pelajar Nasional Indonesia, Kasmono mengajukan Pengujian Undang-Undang (PUU) Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan dan UU Veteran Republik Indonesia. Tanpa didampingi satu orang pun kuasa hukum, Kasmono hadir pada sidang perdana yang digelar, Senin (28/4). Dalam permohonannya, Kasmono menguji ketentuan mengenai definisi pahlawan nasional beserta gelar kehormatan yang dimiliki.
Dalam Pasal 1 angka 4 UU Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan dinyatakan pahlawan nasional diberikan kepada seseorang yang berjuang melawan penjajahan di wilayah Indonesia, yang gugur atau meninggal dunia demi membela bangsa dan negara, atau yang semasa hidupnya melakukan tindakan kepahlawanan atau menghasilkan prestasi dan karya yang luar biasa bagi pembangunan dan kemajuan bangsa dan negara Republik Indonesia. Ketentuan tersebutlah yang digugat oleh Kasmono.
Veteran Tentara Pelajar Nasional Indonesia Brigade 17 Detaseman III itu menganggap pengertian pahlawan nasional tersebut bertentangan dengan makna pahlawan nasional di Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 1964 tentang Penetapan Penghargaan Pembinaan Terhadap Pahlawan. Menurut Kasmono, dalam peraturan tersebut pahlawan nasional diartikan sebagai yang sudah gugur maupun masih hidup. Sedangkan dalam UU Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan hanya yang telah gugurlah dianggap pahlawan nasonal.
“Ini berarti melecehkan kita-kita veteran Republik Indonesia dan pejuang kemerdekaan Republik Indonesia yang masih hidup, tapi dianggap semuanya sudah meninggal. Padahal kita ini menjadi anggota organisasi legium Veteran Republik Indonesia yang masih hidup,” jelas Kasmono.
Selain itu, Kasmono juga menggugat ketentuan yang tidak menempatkan gelar Pahlawan Gerilya dalam kategori pahlawan nasional. Menurut Pemohon, para veteran menjadi kehilangan kehormatan sebagai pahlawan Gerilya yang telah berjuang membela bangsa dan negara di medan perang. Merasa dirugikan, dalam petitum permohonannya, Kasmono meminta Mahkamah merevisi ketentuan kategori pahlawan nasional termasuk yang masih hidup dan memasukkan Pahlawan Gerilya sebagai kategori Pahlawan. Pemohon pun dengan tegas meminta gelar Bintang Gerilya diurutan pertama di atas gelar kepahlawanan lainnya mengingat jasa-jasa yang dipersembahkan kepada bangsa dan negara.
Nasihat Hakim
Usai mendengar paparan Kasmono, Wakil Ketua MK Arief Hidayat yang bertindak sebagai ketua panel hakim menyarankan Kasmono didampingi kuasa hukum. Hal itu memudahkan Kasmono untuk menyusun permohonan dan mengikuti persidangan di MK. “Mungkin Bapak bisa minta bantuan ke Yayasan Lembaga Bantuan Hukum atau dari pihak universitas,” saran Arief.
Hal serupa juga disampikan Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati. Meski ia memahami esensi permohonan Kasmono, namun Maria menjelaskan permohonan yang masuk ke MK harus mengikuti format yang sudah ditentukan. “Nah, kalau Bapak ada kuasa hukum yang mendampingi maka dia bisa merumuskan lebih rinci, sehingga bisa memperjelas pada Hakim bahwa memang Bapak itu dirugikan oleh undang-undang ini,” ujar Maria. (Yusti Nurul Agustin/mh)