Setelah berhasil lolos dalam kompetisi debat konstitusi tingkat regional, yakni regional barat, regional tengah, dan regional timur, enam perguruan tinggi dari masing-masing regional tersebut bertemu dalam Kompetisi Debat Konstitusi Tingkat Nasional Tahun 2014. Kompetisi berlangsung pada Jumat hingga Senin (24-28/04/2014) bertempat di Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi Mahkamah Konstitusi (MK), Cisarua, Bogor, Jawa Barat.
Ketua MK Hamdan Zoelva dalam sambutannnya saat membuka kompetisi tersebut menyatakan MK sebagai lembaga negara pengawal konstitusi merasa penting untuk menyelenggarakan hal ini. Menurutnya, pada masa Orde Baru juga menganut paham konstitusionalisme, dengan menyatakan kembali dan melaksanakan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 secara murni dan konsekuen. Dikatakan olehnya, penafsiran konstitusi pada Orde Baru sangat sentralistik dan top down, di mana penafsir tunggal konstitusi adalah pembentuk Undang-Undang (UU) sendiri dan berdasar UUD sebelum amandemen, pembentuk UU adalah presiden. \\\"Dengan logika tersebut maka penafsir konstitusi adalah kata-kata presiden, dan pada saat itu bunyi UUD sangat fleksibel dan sederhana,\\\" terang Hamdan.
Hamdan menegaskan, setelah perubahan UUD ada perubahan paradigma, di mana pengaturan dalam UUD lebih detail. Menurutnya, hal yang paling penting dari perubahan UUD tersebut adalah masuknya pengaturan hak asasi manusia (HAM) sebagai hak konstitusional warga negara. Dengan ketentuan itu, Hamdan mengatakan, MK menjadi tempat bagi warga negara untuk menggugat UU yang dianggap merugikan hak konstitusionalnya.
Dikatakan olehnya, ada dua paradigma dalam mengkaji konstitusi, yaitu backward looking dan forward looking. Menurut mantan Anggota Panitia AdHoc I Majelis Permusyaratan (MPR) itu, backward looking adalah metode pengkajian konstitusi dengan melihat teks UUD, risalah-risalah sidang, dan original intent gagasan dari para pelaku perubahan UUD. Menurutnya, orang-orang yang menganut paham ini lebih mengedepankan legalistik.
Sementara forward looking menurut pria kelahiran Bima, Nusa Tenggara Barat, itu adalah metode yang mengkaji konstitusi dari filosofi yang menjadi dasar konstitusi, yang terdapat dalam pembukaan UUD, yang mengedepankan aspek-aspek yuridis, sosiologis, aspek kemanfaatan, dan situasi masyarakat, metode ini juga sering disebut sebagai paham konstruktivisme.
Hamdan mengatakan, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) merupakan termasuk yang menggunakan backward looking dan cenderung legalistik, sehingga sering menganggap MK melangkah terlalu jauh. Hamdan berharap dari kompetisi debat konstitusi yang telah dilaksanakan sejan tahun 2008 ini, para peserta dapat menggunakan berbagai metode yang ada dalam membedah konstitusi.
Kompetisi Debat Konstitusi tingkat nasional terdiri atas 18 tim yang mewakili enam perguruan tinggi terbaik hasil seleksi pada tingkat regional. Enam perguruan tinggi yang mewakili regional barat adalah Universitas Padjadjaran, Universitas Sriwijaya, Universitas Sumatera Utara, Universitas Syiah Kuala, Universitas Bengkulu, dan Universitas Andalas. Sementara perwakilan regional tengah terdiri atas Universitas Indonesia, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Universitas Diponegoro, Universitas Negeri Semarang, Universitas Gadjah Mada, dan Universitas Islam Indonesia. Kemudian regional timur diwakili oleh Universitas Surabaya, Universitas Udayana, Universitas Hasanuddin, Universitas Halu Oleo, Universitas Brawijaya, serta Universitas Mataram. (Ilham/mh)