Mahkamah Konstitusi (MK) menerima kunjungan Universitas Bung Hatta, Padang, Rabu (23/4) di Ruang Konferensi MK. Kunjungan ini diterima oleh Peneliti MK Fajar Laksono.
Di awal, Fajar menjelaskan mengenai peristiwa yang dialami oleh MK pada Oktober lalu. Menurut Fajar, kasus tertangkapnya Mantan Ketua MK Akil Mochtar bukan merupakan masalah kelembagaan, namun masalah individual. Fajar menekankan kasus tersebut terjadi bukan karena sistem manajemen peradilan di MK buruk, tapi karena kesalahan individu. “Dengan adanya peristiwa di bulan Oktober tersebut, MK terus berusaha membangun kembali kepercayaan masyarakat dan tetap menjaga muruahnya,” ungkap Fajar.
Selain itu, Fajar menjelaskan MKRI termasuk ke dalam sepuluh mahkamah konstitusi di dunia yang dinilai berhasil. Hal ini dinilai dari keberhasilan MKRI melalui putusannya yang mempengaruhi politik dan demokrasi di Indonesia. Melalui putusan itu juga MK mempengaruhi sistem hukum di Indonesia. “Hal ini seperti MK Hungaria yang di awal berdiri sangat bagus, namun karena ada pertentangan yang berbau politik, mendapat resistensi dari cabang-cabang kekuasaan yang lainnya,”
Putusan MK bersifat final dan mengikat yang mengandung arti tidak bisa ada upaya hukum terhadap putusan MK. Berbeda dengan Mahkamah Agung yang memiliki aparat untuk mengeksekusi putusannya, maka MK tidak memiliki perangkat tersebut. Seperti yang diungkapkan Alexander Hamilton, Fajar menjelaskan bahwa MK merupakan cabang kekuasaan yang paling lemah kecuali putusannya. “Jadi, implementasi putusan MK benar-benar bergantung pada cabang-cabang kekuasaan yang lain apakah bisa dilaksanakan atau tidak,” tuturnya.
Terkait hukum acara MK, MK juga ikut mendorong agar mata kuliah hukum acara bersifat wajib. Padahal MK sebagai barang baru yang berbeda dengan peradilan biasa sehingga MK punya dimensi baru dalam peradilannya, begitu pula dengan hukum acaranya. “Misalnya cara membuat permohonan, keterangan/jawaban, dan MK merupakakan lapangan hukum baru bagi mahasiswa untuk ke depan setelah lulus untuk mengisi lapangan hukum baru itu,” ujar Fajar. (Lulu Anjarsari/mh)