Tahapan pemungutan suara dalam Pemilihan Umum Legislatif 2014 selesai diselenggarakan. Mahkamah Konstitusi yang berwenang mengadili perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) terus mempersiapkan diri hadapi perkara tersebut. Salah satunya dengan melaksanakan rapat kerja penyelesaian perkara PHPU anggota DPR, DPD, dan DPRD tahun 2014.
Rapat kerja yang dipimpin Ketua MK Hamdan Zoelva, merupakan rapat pleno yang dihadiri oleh seluruh Hakim Konstitusi, Sekretaris Jenderal, Panitera, sejumlah pejabat struktural dan fungsional, serta pegawai terkait. Rapat kerja membahas kebijakan-kebijakan strategis sebagai salah satu proses perencanaan dalam mengecek kesiapan penanganan perkara PHPU Legislatif Tahun 2014.
“Saat ini KPU seluruh Indonesia sedang melakukan penghitungan dan rekap suara Pemilu. Memang penyelenggaraan Pemilu berjalan aman dan tertib. Namun saat rekapitulasi, media mengungkap banyak masalah yang muncul yang perlu kita antisipasi,” ujar Hamdan saat mempimpin rapat kerja di Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi, Cisarua, Bogor, Senin (21/4).
Hamdan mengimbuhkan, MK sudah memiliki pengalaman sengketa Pemilu pada 2004 dan 2009. Hal-hal yang kurang pada penanganan sengketa tersebut, harus menjadi bahan untuk diperbaiki sebagai pedoman penyelesaian PHPU 2014. Ia pun berharap seluruh jajaran pegawai MK mempersiapkan diri untuk penyelesaian sengketa dan senantiasa bekerja profesional. “Mudah-mudahan dengan perencanaan dan persiapan yang baik akan menghantarkan kita kepada hasil yang baik pula. Harapan saya kita bisa berdiskusi dan menyelesaikan masalah yang ada dengan baik dan terbuka,” harapnya.
Dalam rapat kerja tersebut, Sekretaris Jenderal MK Janedjri M. Gaffar menjelaskan ada empat sistem yang akan dibahas, yakni sistem manajemen penanganan perkara PHPU Legislatif tahun 2014, sistem manajemen persidangan perkara PHPU Legislatif 2014, pedoman penyusunan draft putusan perkara PHPU Legislatif 2014, sistem manajemen pengamanan persidangan perkara PHPU Legislatif 2014, dan sistem manajemen pengawasan administrasi peradilan perkara PHPU Legislatif 2014.
Pada sistem manajemen penanganan perkara, khususnya mekanisme registrasi permohonan, ada sejumlah perubahan. Janedjri menjelaskan, baik permohonan yang diajukan langsung maupun secara online, MK membatasi dalam kurun waktu maksimal 3x24 jam permohonan sudah diterima MK. Setelah itu, petugas kepaniteraan akan menerbitkan akta pemerimaan permohonan pemohon (APPP) kepada pemohon. “Selanjutnya dilakukan pendataan dan pemeriksaan kelengkapan permohonan, apabila tidak lengkap MK memberikan APTL (Akta Permohonan Tidak Lengkap) bersamaan dengan penyerahan APPP. Apabila lengkap, MK memberikan APL (Akta Permohonan Lengkap)”.
Rapat yang dihadiri lebih dari seratus pegawai tersebut tidak luput dari diskusi antar hakim, sekjen, dan panitera. Salah satunya terkait apakah Kepaniteraan berhak tidak meregistrasi atau menolak perkara yang masuk lantaran tidak lengkapnya berkas permohonan. “Panitia dan seluruh jajarannya pada prinsipnya tidak boleh menolak perkara. Oleh karena, itu persoalannya, kapan Panitera dapat menyatakan perkara diregistrasi atau tidak?” ujar Hakim Konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi.
Menanggapi hal tersebut, Janedjri menyampaikan gagasannya bahwa penerbitan APTL didasarkan pada pemenuhan kelengkapan administrasi permohonan yang diajukan oleh para pemohon sesuai dengan yang ditetapkan dalam peraturan MK, bukan menyangkut substansi benar atau tidaknya permohonan dan persyaratan yang disertakan di dalamnya.
Sesuai perundang-undangan, Mahkamah Konstitusi akan mulai menerima permohonan perkara perselisihan hasil pemilu selama 3 x 24 jam sejak Komisi Pemilihan Umum menetapkan hasil pemilu secara nasional. Para pemohon yang berhak mengajukan permohonan atau memiliki kedudukan hukum (legal standing) pada perkara PHPU legislative adalah perorangan calon anggota Dewan Perwakilan Daerah serta partai politik peserta pemilu yang diwakili oleh ketua umum dan sekjen atau sebutan lain yang sejenis. Dengan demikian, apabila ada calon anggota legislatif (caleg) yang akan mengajukan permohonan atau gugatan terhadap keputusan KPU, caleg tersebut harus menyertakan permohonannya melalui dewan pimpinan pusat (DPP) parpolnya. (Lulu Hanifah/mh)