Sidang pengujian batasan usia minimal perempuan 16 tahun untuk dapat menikah, sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan kembali digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Rabu (16/4). Perkara yang teregistrasi Kepaniteraan MK dengan Nomor 30/PUU-XII/2014 ini dimohonkan oleh Yayasan Kesehatan Perempuan (YKP).
Dalam sidang perbaikan permohonan, Pemohon yang diwakili oleh Rita Selena Kalibonso, menjelaskan pemohon telah melakukan perbaikan permohonan sesuai dengan saran majelis hakim konstitusi pada sidang sebelumnya. Pemohon mengubah beberapa pasal dalam UUD 1945 yang akan dijadikan sebagai batu uji. Selain itu, lanjut Rita, pemohon juga mengubah tuntutan (petitum) permohonan.
“Menyatakan Pasal 7 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1974 yang menyatakan Perkawinan hanya diizinkan bila pihak pria mencapai umur 19 (Sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai usia 16 (enam belas) tahun konstitusional bersyarat sepanjang frasa 16 tahun dimaknai 18 tahun,” paparnya di hadapan majelis hakim yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi.
Pada sidang sebelumnya, YKP menyatakan usia minimal 16 tahun yang diatur dalam UU Perkawinan dinilai terlalu beresiko untuk masa pertumbuhan seorang perempuan, sehingga terjadi perebutan gizi antara si ibu dan janin yang akan dikandungnya. Selain itu, banyaknya perkawinan di usia tersebut berbanding lurus dengan banyaknya angka perceraian.
Lebih lanjut menyatakan bahwa batasan usia 16 tahun dalam UU tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum karena dalam beberapa UU yang lain, seperti UU Perlindungan Anak dinyatakan bahwa batasan usia dewasa seseorang adalah 18 tahun. Untuk itu YKP selaku Pemohon meminta kepada MK agar ketentuan tersebut dinyatakan bertentangan dengan konstitusi, dan menyatakan bahwa pasal tersebut konstitusional jika batasan usia perempuan untuk dapat menikah adalah 18 tahun. (Lulu Anjarsari/mh)