Mengklaim Kasusnya Bermotif Politik, Mantan Narapidana Gugat UU Pileg
Selasa, 15 April 2014
| 17:35 WIB
Pemohon Prinsipal Aziz Bestari didampingi Yahdi Basma usai mengikuti Sidang Perbaikan Permohonan Uji Materi UU Pemerintahan Daerah, Selasa (15/4) di Ruang Sidang Pleno Gedung MK. Foto Humas/Ganie.
Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar pengujian ketentuan hak politik bagi mantan terpidana politik yang tercantum dalam UU Pemilu Legislatif dan UU Pemerintahan Daerah. Sidang perbaikan permohonan No. 29/PUU-XII/2014 dipimpin oleh Hakim Konstitusi Patrialis Akbar itu digelar pada Selasa (15/4) di Ruang Sidang Pleno MK. Mantan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kota Palu yang juga bakal calon legislatif DPRD Kabupaten Tolitoli Sulawesi Tengah dari Partai Nasdem, Aziz Bestari sebagai Pemohon hadir dalam persidangan kali ini dengan didampingi Yahdi Basma selaku kuasa hukum.
Dalam sidang tersebut, Pemohon menjelaskan telah memperbaiki permohonan sesuai dengan saran majelis hakim konstitusi pada sidang sebelumnya. Pemohon tetap mendalilkan bahwa pemidanaan terhadap dirinya berlatar belakang politik. “Untuk itulah, kami menyertakan bukti yang menguatkan hal tersebut,” ujar Yahdi.
Selain itu, Pemohon mendalilkan bahwa pembuat undang-undang tidak mematuhi putusan MK Nomor 14-17/2007 terkait dengan aturan bagi mantan narapidana untuk menjadi calon legislatf. ”Tampaknya para pembuat aturan tidak membaca secara komplit putusan MK No. 14-17/2007 yang sesungguhnya ada pengecualian bagi residivis. Kemudian UU Pemda belum mekonstruksi putusan tersebut, ada ketidakpatuhan oleh para pembuat undang-undang,” ungkapnya.
Sebelumnya, Aziz menyampaikan ia gagal menjadi calon legislatif pada Pemilu tahun ini. Hal ini dikarenakan ia pernah menjadi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kota Palu selama 6 bulan sejak 25 Juni 2012 sampai dengan 22 Desember 2012 dalam kasus penggunaan surat palsu. Aziz merasa dirugikan hak-hak konstitusionalnya dengan berlakunya Pasal 51 ayat (1) huruf g UU Pileg dan Pasal 58 huruf f UU Pemda. Kedua pasal tersebut menyatakan bakal calon legislatif harus tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
Aziz mengaku sudah meminta Bawaslu dan DKPP untuk menyidangkan perkaranya. DKPP pun menyatakan perkara pidana yang menimpa Aziz merupakan perkara politik sehingga ketentuan dalam kedua pasal tersebut tidak bisa dijatuhkan kepadanya. Namun, setelah memohon kembali kepada KPU untuk diloloskan sebagai calon legislatif, permohonan Aziz belum mendapat balasan sampai surat suara dicetak. Aziz pun khawatir nasib yang menimpanya akan berulang pada calon lainnya maupun pada dirinya sendiri ketika mencalonkan diri sebagai anggota legislatif maupun mencalonkan diri untuk kursi eksekutif. (Lulu Anjarsari/mh)