Dalam rangka ulang tahun emas Fakultas Hukum (FH) Universitas Udayana, Mahkamah Konstitusi (MK) bekerja sama dengan FH Udayana menggelar Seminar Nasional Penyelesaian Perkara PHPU Legislatif di Hotel Inna Grand Bali Beach, Selasa (8/4). Ketua MK Hamdan Zoelva membuka secara langsung seminar yang diikuti para mahasiswa S1, S2, bahkan S3 FH Universitas Udayana tersebut. Dalam pidato pembukaannya, Hamdan menyampaikan pentingnya menegakkan demokrasi dalam kehidupan berbangsa.
Mengawali sambutannya, Hamdan menyampaikan Pemilu merupakan salah satu tolok ukur yang penting untuk menilai keberhasilan demokrasi di suatu negara. Semakin baik penyelenggaraan Pemilu menunjukkan semakin baik pula pelaksanaaan demokrasi di suatu negara. “Demokrasi terlihat baik kalau kualitas Pemilu juga semakin baik,” ujar Hamdan di hadapan Rektor Universitas Udayana, Ketut Suastika.
Meski begitu, Hamdan memahami benar bahwa membangun demokrasi tidak seperti membalikkan telapak tangan yang dengan secepat kilat dapat terjadi. Dalam membangun demokrasi tentu harus dilakukan secara perlahan penuh dengan kesabaran. Karena kurangnya kesabaran, banyak negara, terutama negara di Timur Tengah yang ingin menerapkan demokrasi dalam kehidupan berbangsa justru berhenti di tengah jalan. “Menjalankan demokrasi itu butuh banyak kesabaran. Sebab, dalam proses berdemokrasi banyak hal yang harus dilakukan. Banyak tahapan yang harus dilalui seperti mendengarkan pendapat rakyat terlebih dulu. Memang berbeda dengan negara otoriter yang langsung dapat menentukan kebijakan tanpa mendengar pendapat banyak pihak,” jelas Hamdan.
Hamdan pun menekankan bahwa sikap memahami perbedaan dan saling menghormati satu sama lain merupakan inti demokrasi. Kalau tidak terbiasa dengan perbedaan maka demokrasi tidak akan tumbuh dengan baik.
Salah satu tahapan yang harus dilalui sebagai negara demokratis adalah pelaksanaan Pemilu. Dalam pelaksanaanya, Pemilu memiliki banyak tahapan dan melalui proses yang panjang. Pada tahapan awal adalah pembentukan norma-norma yang mengatur mekanisme Pemilu. Sedangkan tahapan selanjutnya adalah tahapan penyelenggaraan hingga berujung pada tahap pelantikan pejabat baru yang terpilih. Semua tahapan Pemilu yang berjalan dengan aman dan damai merupakan keberhasilan dalam proses Pemilu yang demokratis.
Meski begitu, Hamdan mengingatkan agar Pemilu tidak hanya berjalan dengan baik tetapi harus mengedepankan esensi demokrasi dalam penyelenggaraan Pemilu. Satu prinsip universal dalam Pemilu yaitu free and fair atau pemilihan yang bebas dan jujur. Dalam UUD 1945 prinsip tersebut disebut sebagai prinsip Luber Jurdil (langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil).
Aspek Keberhasilan Pemilu
Ada lima aspek yang memengaruhi keberhasilan prinsip Luber Jurdil dalam Pemilu. Pertama, aturan Pemilu harus baik dan adil sehingga tidak mengandung perbedaan interpretasi serta mencakup keseluruhan permasalahan. Kedua, pemilih yang cerdas. Pemilih yang cerdas dipengaruhi tingkat pendidikan rakyat yang baik dan tingkat kesejahteraan rakyat yang baik. “Ini alamiah saja karena demokrasi memerlukan kecerdasan dan rasionalitas. Terbukti negara-negara baru yang tingkat pendidikannya dan kesejahteraannya kurang menjadi gagal dalam berdemokrasi. Kalau sudah sejahtera, rakyat tidak akan tergiur dengan iming-iming uang. Begitu juga dengan rakyat yang pendidikannya sudah tinggi akan terhina bila dibayar dengan uang. Namun karena tingkat pendidikan kita masih jauh dari harapan maka berlakulah prinsip ekonomi berupa politik uang. Ini harus kita perbaiki sedekit demi sedikit dan terus menerus,” urai Hamdan yang pada kesempatan itu didampingi Sekretaris Jenderal MK, Janedjri M. Gaffar.
Ketiga, parpol dan elit politik yang baik. Hamdan menjelaskan bila elit politik rusak dan budaya organisasi dalam berpolitik juga rusak maka masyarakat pun akan ikut terdorong untuk berbuat tidak baik. Oleh karena itu, Hamdan berharap parpol memiliki budaya berorganisasi yang baik sehingga dapat meningkatkan kualitas demokrasi.
Selain itu, penyelenggara pemilu yang independen dan profesional juga menjadi aspek penting dalam mewujudkan keberhasilan penyelenggaraan Pemilu. Dalam kondisi masyarakat Indonesia yang serba kurang saat ini, penyelenggara Pemilu yang independen dan profesional menjadi kunci penting terwujudnya pelaksaan demokrasi yang baik lewat keberhasilan penyelenggaraan Pemilu. Menurut Hamdan hal tersebut terbukti di MK yang memutuskan beberapa perkara PHPU untuk dilaksanakan pemungutan suara ulang atau verifikasi ulang dikarenakan adanya permasalahan penyelenggara yang tidak professional dan independen. “Penyelenggara Pemilu adalah palang pintu pertama untuk mengawal Pemilu yang demokratis di tengah segala kondisi di Indonesia. Hal itu berlaku baik bagi KPU, Panwaslu, maupun Bawaslu,” tegas Hamdan.
Satu lagi yang menjadi aspek penting dalam mewujudkan keberhasilan penyelenggaraan Pemilu yang demokratis, yaitu peradilan yang kredibel dan independen. Peradilan merupakan palang pintu yang terakhir untuk mewujudkan demokrasi yang baik. Kalau semua kondisi dalam pelaksanaan Pemilu tidak baik maka peradilan harusnya tetap berada pada kondisi yang baik. Sebab, bila peradilan pun tidak kredibel dan independen maka gagalah seluruh kehidupan berdemokrasi.
MK sebagai lembaga peradilan yang salah satu kewenangannya menyelesaikan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) sudah sejak jauh-jauh hari menyiapkan diri untuk menyidangkan berbagai perkara Pemilu yang masuk pada tahun 2014 ini. Semua jajaran kepaniteraan hingga kesekjenan diberikan pelatihan penanganan perkara kembali. Selain itu, MK juga menyiapkan mekanisme prosedur penyelesaian perkara yang disesuaikan dengan proses Pemilu 2014. “Berdasarkan asumsi 300 perkara yang masuk ke MK, MK menyiapkan segala sesuatunya dengan baik. Mekanisme prosedur penyelesaian perkara, semua kita latih, panitera hingga kesekretariatan juga diperbaiki,” tandas Hamdan. (Hendy Prasetya/Yusti Nurul Agustin/mh)