Mahkamah Konstitusi menerima kunjungan mahasiswa Fakultas Hukum (FH) Universitas Pasundan Bandung yang diterima oleh Bisariyadi, Peneliti MK, Senin (14/4). Selain menerima kunjungan, Bisariyadi juga menyampaikan materi seputar kewenangan MK dan komposisi hakim konstitusi. Para mahasiswa berjaket almamater hijau tersebut pun dengan antusias mendengarkan sembari sesekali melontarkan berbagai pertanyaan.
Mengawali paparannya, Bisar menyampaikan perubahan konstitusi menyebabkan sistem ketatanegaraan Indonesia ikut berubah. Salah satu lembaga negara yang muncul dari perubahan konstitusi yaitu MK. Sesuai amanat Pasal 24 UUD 1945, MK merupakan salah satu lembaga kekuasaan kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Agung (MA). Meski begitu, ada beberapa perbedaan mendasar antara MK dengan MA.
Bila MK hanya berada di Jakarta, MA memiliki beberapa badan peradilan di bawahnya dan memiliki beberapa kamar peradilan. Terlepas dari tujuan untuk memberikan kepastian hukum, tidak adanya jenjang peradilan di MK juga menyebabkan putusan MK bersifat final dan mengikat. Oleh karena itu, putusan MK tidak bisa dilakukan upaya banding maupun peninjauan kembali seperti di MA.
Pada saat Bisar, demikian ia biasa disapa, menanyakan apa saja kewenangan MK, mahasiswa FH Universitas Pasundan pun dengan tepat menjawab pertanyaan tersebut. Seperti diketahui, MK memiliki empat kewenangan dan satu kewajiban. Keempatnya, yaitu memutus sengketa perselisihan hasil Pemilu (PHPU), memutus sengketa kewenangan antar lembaga negara (SKLN), memutus perkara pengujian undang-undang (PUU), dan memutus pembubaran partai politik. Sedangkan, satu kewajiban yang dimiliki MH yakni memberikan putusan atas dugaan pelanggaran berat yang dilakukan oleh presiden/wakil presiden.
“Sampai saat ini hanya dua yang belum pernah MK sidangkan, yaitu memutus pembubaran partai politik dan memberikan putusan impeachment. Kenapa? Karena sampai saat ini belum ada yang mengajukan permohonan perkara tersebut ke MK,” jelas Bisar.
Kedua jenis perkara yang belum pernah disidangkan oleh MK tersebut memang memiliki syarat khusus untuk mengajukan permohonannya. Untuk pembubaran partai politik, hanya pihak pemerintah sajalah yang dapat mengajukan permohonan. Parpol yang dapat dibubarkan hanyalah parpol yang terbukti memiliki asas yang bertentangan dengan ideologi Pancasila. “MK Jerman pernah membubarkan salah satu partai yang bertentangan dengan asas negara mereka, yaitu partai yang berasaskan neo nazi. Kalau di Indonesia, misalnya partai yang berazaskan komunis sosialis dapat dibubarkan. Namun, harus tetap diperiksa dulu oleh MK apakah benar dugaan pemerintah tersebut. Ini penting untuk menjaga kebebasan berserikat dan berkumpul,” lanjut Bisar.
Komposisi Hakim
Dalam kesempatan tersebut, Bisar juga menjelaskan mengenai komposisi hakim MK. Hakim MK berjumlah sembilan orang. Tiga orang diusung oleh DPR, tiga orang diusung oleh Presiden, dan tiga orang lainnya dipilih oleh MA.
Terkait dengan mekanisme pemilihan hakim MK oleh ketiga lembaga pengusung tersebut, undang-undang menyerahkan sepenuhnya kepada mereka untuk membuat mekanisme internal. DPR selama ini terkenal dengan mekanisme fit and proper test untuk menyaring calong hakim konstitusi. Namun, Bisar mengungkapkan, DPR pernah sekali melakukan penunjukkan langsung kepada Jimly Asshiddiqie untuk menjadi hakim konstitusi. Presiden pun pernah menunjuk Patrialis Akbar untuk menjadi hakim konstitusi secara langsung tanpa mekanisme seleksi yang diketahui masyarakat luas. (Yusti Nurul Agustin/mh)