Sidang pemeriksaan pendahuluan Undang-Undang No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Papua juncto Undang-Undang No. 35/2008 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 1/2008 - Perkara No. 33/PUU-XII/2014 - digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa (8/4) siang. Pemohon adalah Paulus Agustinus Kafiar
Pasal-pasal yang menjadi batu uji adalah Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”
Juga Pasal 28D ayat (1) UUD 1945, “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.” Sedangkan Pasal 28D ayat (3) UUD 1945, “Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.”
Sejumlah alasan disampaikan Pemohon dalam persidangan. Menurut Pemohon, syarat pendidikan pada Pasal 12 huruf c Undang-Undang No. 35 Tahun 2008 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2008 tentang Perubahan Undang-Undang No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Papua, tidak memenuhi kekhususan. “Syarat tersebut bukanlah kekhususan bagi otonomi khusus Papua. Syarat tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan lainnya,” kata Pemohon.
Dikatakan Pemohon, dalam putusan No. 81/PUU-VIII/2010 dan No. 3/SKLN-X/2012 disebutkan bahwa kekhususan Provinsi Papua berkenaan dengan pemilihan gubernur dan wakil gubernur hanyalah berkaitan dengan syarat calon tersebut harus asli orang Papua dan bukan tentang syarat minimal pendidikan.
Selain itu, ujar Pemohon, pengaturan mengenai syarat bagi calon kepala daerah dapat memgacu kepada peraturan perundang-undangan terkait seperti Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. “Sehingga apabila ketentuan tersebut dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945, maka tidak akan terjadi kekosongan hukum,” ucap Pemohon.
Kepada Majelis Hakim, Pemohon meminta agar mengabulkan permohonan untuk seluruhnya. Pemohon juga meminta agar MK menyatakan Pasal 12 huruf c Undang-Undang No. 35 Tahun 2008 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2008 tentang Perubahan Undang-Undang No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Papua bertentangan (inkonstitusional) berdasar Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D ayat (1) dan ayat (3) UUD 1945.
Di samping itu Pemohon meminta Majelis Hakim agar menyatakan Pasal 12 huruf c Undang-Undang No. 35 Tahun 2008 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
No. 1 Tahun 2008 tentang Perubahan Undang-Undang No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Papua tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. (Nano Tresna Arfana/mh)