Mahkamah Konstitusi (MK) melanjutkan sidang pengujian Undang-Undang (UU) Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, dalam perkara 14/PUU-XII/2014, Selasa (8/04/2014), yang dipimpin Wakil Ketua MK Arief Hidayat, dengan agenda mendengarkan keterangan Presiden, yang diwakili oleh Staf Ahli Menteri Kesehatan Bidang Mediko Legal, Budi Sampurno.
Dalam keterangannya, Budi Sampurno mengatakan pembangunan bidang kesehatan pada dasarnya bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan sebagaimana amanat Undang-Undang Dasar (UUD). “Untuk itu bidang kesehatan perlu ditegakkan melalui penyelenggaraan pembangunan bidang kesehatan yang berkualitas dan terjangkau oleh masyarakat luas,” ujar Budi Sampurno. Dokter dan dokter gigi sebagai salah satu komponen utama memiliki peranan penting sehingga wajib memberian pelayanan kesehatan yang bermutu dan berkualitas.
Dokter dan dokter gigi dengan perangkat keilmuannya memiliki karakterisitik yang khas dan diberikan kewenangan secara hukum untuk memberikan tindakan medis dalam upaya memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Berkurangnya kepercayaan masyarakat kepada dokter dan dokter gigi termanifestasi dengan maraknya tuntutan hukum yang diajukan masyarakat, seringkali dipicu oleh kegagalan upaya penyembuhan yang dilakukan dokter dan dokter gigi, padahal dokter dan dokter gigi hanya berupaya untuk kesembuhan pasien. Untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat dan dokter, serta dokter gigi maka pembentuk UU menyusun UU Praktik Kedokteran disusun.
Terhadap permohonan Pemohon yang mendasarkan kasus pada dokter Ayu dalam permohonannya, pemerintah mengganggap bahwa apa yang didalikan Pemohon lebih cenderung pada persoalan penerapan norma, bukan masalah konstitusional norma. Pun demikian, pemerintah menyerahkan sepenuhnya penilaian tersebut kepada MK, apakah dalil-dalil Pemohon merupakan persoalan konstitusionalitas norma atau hanya masalah penerapan dari suatu norma dalam UU Praktik Kedokteran. Pemerinta berharap MK dapat memberikan putusan yang bijaksana berdasar prinsip ex aquo et bono, atau putusan yang seadil-adilnya.
Lebih lanjut Budi Purnama menjelaskan, di beberapa negara ada yang menggunakan pengadilan profesi untuk menangani persoalan pidana yang dilakukan oleh suatu profesi, sementara di Amerika sama seperti di Indonesia tetap ditangani oleh pengadilan biasa namun di dalamnya tidak menangani soal pidana.
Sebelumnya, empat orang dokter masing-masing Agung Saptadi, Yandi Permana, Irwan Krisnamurti dan Eva Sridiane mengajukan permohonan pengujian UU Praktik Kedokteran dengan tuntutan aga MK memberikan penafsiran konstitusional, bahwa dokter dapat diproses pidana jika telah ada keputusan dari Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI).
Sidang berikutnya akan dilanjutkan pada Selasa, 29 April 2014 untuk mendengarkan keterangan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), MKDKI, Konsil Kesehatan Indonesia (KKI) dan ahli yang diajukan Pemohon. (Ilham/mh)