Sidang pengujian Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (UU OJK) kembali digelar oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada Senin (7/4) di Ruang Sidang Pleno MK. Sidang kedua dalam perkara dengan Nomor 25/PUU-XIII/2014 ini dipimpin oleh Hakim Konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi.
Dalam sidang tersebut, Pemohon yang diwakili oleh kuasa hukumnya, Ahmad Suryono menjelaskan telah melakukan perbaikan terhadap permohonannya sesuai saran majelis hakim konstitusi pada sidang sebelumnya. Pemohon memperbaiki pasal-pasal yang dimohonkan. “Pemohon juga meminta agar keseluruh UU OJK dihapuskan,” ujarnya.
Pemohon juga meminta penghapusan daftar bukti dan menambahkan beberapa alat bukti. Akan tetapi, Pemohon tetap mempertahankan adanya tuntutan (petitum) provisi untuk menghentikan sementara operasional OJK sampai ada putusan pengadilan sehingga memerintahkan Bank Indonesia mengambil alih sementara. Selain itu, Pemohon juga memerintahkan Badan Pemeriksa Keuangan melakukan audit, analisis, dan penelitian mendalam kepada OJK.
Dalam permohonannya, Pemohon mendalilkan hak konstitusionalnya terlanggar dengan berlakunya Pasal 1 angka 1, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 37, Pasal 55, Pasal 64, Pasal 65, dan Pasal 66 Undang Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Sebagai pembayar pajak, Pemohon merasa lingkup kewenangan OJK telah melebihi kewenangan yang dimiliki oleh Bank Indonesia sebagai bank sentral. Pada dasanya OJK menurut Pemohon hanya memiliki wewenang menetapkan peraturan terkait dengan tugas pengawasan lembaga keuangan bank yang berdasarkan pasal 34 ayat 1 UU Bank Indonesia. Hal ini menyebabkan wewenang OJK dalam mengawasi lembaga keuangan non-bank dan jasa keuangan lainnya tidak sah karena pada Pasal tersebut tidak mengatur hal tersebut.
Untuk itulah, dalam petitum-nya, Pemohon meminta MK menyatakan UU OJK terutama Pasal 1 angka 1, Pasal 5, dan Pasal 37 bertentangan dengan UUD 1945. Namun apabila nantinya MK tidak mengabulkan permohonan tersebut, mereka meminta frasa “tugas pengaturan dan pengawasan di sektor perbankan” dalam Pasal 6, Pasal 7, Pasal 55, Pasal 64, Pasal 65, dan Pasal 66 UU OJK dihapuskan. (Lulu Anjarsari/mh)