Sistem proporsional terbuka dalam pemilihan umum sebagaimana diatur Undang-Undang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), dipersoalkan oleh Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Dalam sidang pendahuluan untuk memeriksa permohonan Pemohon perkara nomor 35/PUU-XII/2014 yang dipimpin Hakim Konstitusi Muhammad Alim, Rabu (2/04/2014), Mohammad Bisri yang hadir mewakili Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PKB menyatakan sistem proporsional terbuka atau suara terbanyak dalam Pemilu telah bertentangan dengan Pancasila sila ke-3, Persatuan Indonesia. Menurut Bisri, sistem itu telah menyebabkan konflik antar calon anggota legislatif.
Lebih lanjut Bisri mengatakan, dengan sistem proporsional terbuka menyebabkan partai tidak dapat menentukan anggota legislatif yang berkualitas untuk duduk di parlemen, karena masyarakat lebih cenderung memilih pada calon yang populer dan memiliki uang. Selain itu sistem yang dianut saat ini juga menimbukan konflik horizontal di kalangan masyarakat.
Nasihat Hakim
Terhadap permohonan itu, Hakim Konstitusi Muhammad Alim memberikan nasihat agar Pemohon menjelaskan kedudukan hukumnya apakah sebagai perorangan warga negara, kelompok masyarakat hukum adat, atau termasuk badan hukum publik atau privat. Menurut Alim, Pemohon belum mencantumkan kedudukan hukumnya dalam permohonan itu.
Lebih lanjut Alim mengingatkan kepada Pemohon bahwa ketentuan sistem pemilu pernah diputus oleh MK, sehingga pada pemilu 2009 sistem proporsional terbuka atau suara terbanyak digunakan menggantikan sistem proporsional tertutup atau yang lebih dikenal dengan sistem nomor urut. Dikatakan Alim, putusan MK itu didasari oleh prinsip kedaulatan rakyat dalam Undang-Undang Dasar yang menentukan wakilnya dan bukan oleh pengurus partai.
Alim juga mengatakan soal popularitas adalah urusan lain. “Sudah rusak kah persatuan Indonesia karena sistem suara terbanyak, karena pemilu 2009 sudah menerapkan sistem suara terbanyak,” ujar Alim.
Sementara Aswanto memberikan nasihat terkait dengan argumentasi Pemohon dalam permohonannya yang menyoal pemborosan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). “Pemohon harus mampu menjelaskan keterkaitan penggunaan APBN dengan sistem proporsional terbuka,” kata Aswanto. Hal itu dikatakan Aswanto karena menurutnya calon menggunakan uang pribadi ketika maju sebagai caleg, bukan uang APBN. (Ilham/mh)