Mantan Ketua Komnas HAM Gugat Aturan Hak Memilih bagi Anggota TNI dan Polri
Rabu, 02 April 2014
| 21:00 WIB
Pemohon yang diwakili kuasa hukumnya Wahyudi Djafar at menyampaikan perbaikan permohonan dalam sidang uji materi UU Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, Rabu (2/4) di ruang Sidang Pleno Gedung MK. Foto Humas/Ganie.
Sidang pengujian Undang-Undang No. 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (UU Pilpres) kembali digelar oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada Rabu (2/4) di Ruang Sidang Pleno MK. Perkara yang teregistrasi dengan Nomor 22/PUU-XII/2014 ini diajukan oleh mantan Ketua Komnas HAM Ifdhal Kasim dan Supriyadi Widodo Eddyono.
Dalam perbaikan permohonan, Pemohon yang diwakili kuasa hukumnya Wahyudi Djafar mengungkapkan telah melakukan perbaikan permohonan sesuai dengan saran majelis hakim pada sidang sebelumnya. Djafar mengungkapkan telah memperbaiki alasan permohonan untuk menunjukkan kerugian konstitusional yang dialami oleh kedua Pemohon. “Pasal 260 UU Pilpres membatasi hak memilih dan dipilih bagi Anggota TNI dan Polri,” jelasnya di hadapan Majelis Hakim yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Patrialis Akbar.
Pasal ini dinilai melanggar hak asasi manusia yang dijamin dalam konvesi PBB mengenai Hak Asasi Manusia (HAM) karena tentara (Anggota TNI dan Polri) juga harus menikmati hak dalam pemilihan umum. “Jika ingin dibatasi, maka harus berdasarkan sifat dan karakteristik sesuai militer,” imbuhnya.
Dalam sidang sebelumnya, kedua Pemohon mendalilkan merasa dirugikan hak-hak konstitusionalnya dengan berlakunya Pasal 260 UU Pilpres yang berbunyi “Dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden tahun 2009, anggota Tentara Nasional Indonesia dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia tidak menggunakan haknya untuk memilih”. Menurut Pemohon, norma Pasal 260 UU Pilpres hanya mengatur pemilihan presiden tahun 2009 dan mempertanyakan keberlangsungan hak pilih bagi anggota TNI dan POLRI pada pemilihan presiden mendatang, sehingga berpotensi melahirkan situasi ketidakpastian hukum. Berdasarkan alasan tersebut, Pemohon meminta MK menyatakan ketentuan tersebut konstitusional bersyarat sepanjang tidak dimaknai berlaku dalam Pemilu 2014. (Lulu Anjarsari)