Berbeda dengan Diklat Pancasila dan Konstitusi sebelumnya, pakar hukum tata negara Andi Irmanputra Sidin langsung sebagai narasumber meminta para peserta diklat untuk mengungkapkan harapan-harapan terkait Pemilu 2014 mendatang. Hal itu dilakukan Irman dalam acara Diklat Pancasila dan Konstitusi bagi Pemuda dan Mahasiswa Provinsi Kepulauan Riau, Rabu (2/4) siang di Cisarua, Bogor.
“Tolong ungkapkan harapan-harapan kalian terhadap Pemilu 2014, namun jangan yang bersifat normatif,” pinta Irman kepada para peserta diklat.
Alhasil, seorang peserta bernama Friska langsung mengungkapkan keinginannya bahwa aspek kesejahteraan, sandang pangan dapat terpenuhi dengan terpilihnya sosok pemimpin hasil Pemilu 2014. Berikutnya, peserta lainnya Sumarlin justru memilih aspek pendidikan harus mendapat perhatian penuh, terutama untuk mendapatkan sekolah gratis hingga perguruan tinggi dengan terpilihnya pemimpin baru nanti. “Karena saya menilai, saat ini pendidikan gratis belum dinikmati secara merata di seluruh pelosok Indonesia,” kata Sumarlin.
Para peserta lainnya, ada yang menekankan pentingnya aspek ekonomi dan kesehatan agar diperhatikan oleh pemimpin baru nanti. Setelah merangkum dan menganalisis berbagai jawaban peserta, Irman pun mengaitkan harapan-harapan peserta terhadap Pemilu 2014 dengan tujuan bernegara.
“Tujuan bernegara adalah memenuhi hasrat keinginan pribadi seseorang. Misalnya kalau ada orang sakit, tidak perlu merepotkan orang. Padahal, kita bernegara ini, agar persoalan tersebut bukan menjadi persoalan kita. Ketika kita sakit, ada negara hadir 24 jam dalam kehidupan kita,” urai Irman.
“Ketika kita sakit, negara harus siap sedia mengatasi. Kita tidak perlu pusing memikirkan biaya berobat, karena kita sudah membayar pajak,” tambah Irman.
Dikatakan Irman, partisipasi masyarakat Indonesia membayar pajak mencapai hasil yang tidak sedikit. Kalau dikumpulkan, jumlah pajak masyakarat Indonesia mencapai hampir Rp 2000 triliun per tahun melalui APBN. Belum lagi ditambah APBD-APBD.
“Duit sebesar itu kalau dikelola secara efektif, maka kita tidak perlu pusing kalau kita sakit, tidak perlu merepotkan tetangga. Pelayanan kesehatan, kalau orang miskin sakit, dia mati bukan karena penyakitnya tapi karena biayanya yang tinggi. Yang mati duluan malah orangtuanya,” urai Irman disambut tawa riuh peserta.
“Sedangkan orang kaya pun bisa jatuh miskin, ketika sakit harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit,” ucap Irman.
Oleh sebab itu, ungkap Irman, yang tidak mendapatkan pelayanan kesehatan secara maksimal, bukan hanya orang miskin tapi juga orang kaya. Ia sering melihat begitu banyak pasien kalangan atas masih harus antre lama saat berobat di rumah sakit mewah.
Singkatnya, kata Irman, pengelolaan APBN yang efektif bisa mengatasi berbagai biaya dalam bermacam aspek, mulai dari pendidikan, kesehatan, kesejahteraan, dan sebagainya yang semuanya semestinya ditanggung oleh negara.
Pada pertemuan itu Irman juga menyinggung peran pemerintah agar lebih memperhatikan aspek pendidikan generasi muda ke jenjang yang lebih tinggi, dan terus dibiayai negara. “Pemerintah harus memperbaiki kualitas pendidikan mereka. Para pemuda pemudi Indonesia yang memiliki gelar S1, S2 dan S3 merupakan investasi negara,” tandas Irman. (Nano Tresna Arfana/mh)