Berbagai pertanyaan terlontar dalam sesi tanya jawab saat narasumber Gregorius Seto Harianto menyajikan materi “Implementasi dan Aktualisasi Pancasila” pada Diklat Pancasila dan Konstitusi bagi Pemuda dan Mahasiswa Provinsi Kepulauan Riau, Selasa (1/4) malam di Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi MK di Cisarua.
“Masa depan Indonesia terletak pada tangan pemuda dan pemudi, lantas bagaimana pengaruh revitalisasi Pancasila terhadap para pemuda pemudi Indonesia yang hakikatnya untuk menciptakan pembangunan bangsa?” tanya seorang mahasiswa.
Gregorius Seto Harianto yang akrab dipanggil Pak Seto menjelaskan bahwa tugas pemuda pemudi adalah membersihkan berbagai hal buruk peninggalan generasi sebelumnya. Meskipun dalam pelaksanaannya tidak mudah membersihkan hal-hal yang sudah sedemikian rupa terkontaminasi oleh nilai-nilai individualistik, liberalisme, dan sebagainya.
“Dalam kejadian sehari-hari, ada mahasiswa yang membeli kertas satu rim, lalu si penjual toko malah menawarkan mau ditulis berapa nota pembeliannya. Sejak muda pun sudah diajarkan untuk tidak jujur, lama-lama menjadi kebal dan kebiasaan terus menerus,” tutur Seto memberikan contoh.
Seto juga mengungkapkan cerita temannya yang anaknya jadi anggota DPR. Ternyata temannya itu membenarkan perbuatan anaknya tersebut yang suka menerima uang dari proyek tertentu. “Anak saya enggak salah kan, masak sih ada gratisan? Saya heran, kok orangtuanya malah membenarkan perbuatan anaknya yang salah. Anggota DPR kan sudah digaji? Dia merasa pemberian uang itu hak dia,” kata Seto.
Peserta lainnya lantas menanyakan, apa strategi agar revitalisasi Pancasila berhasil melalui tangan pemuda dan pemudi? Seto mengatakan, salah satunya melalui karya-karya nyata para pemuda pemudi, dengan contoh-contoh, bukan sekadar ucapan, spanduk, slogan dan sebagainya.
“Masalah kebakaran hutan yang melanda Sumatera saat ini, cara mengatasinya jangan cuma melalui himbauan, spanduk, ucapan, tapi perlu action-nya. Selain itu saat kita melakukan demo dengan brutal, membakar sesuatu, tapi lakukan dengan cara yang lebih Pancasilais. Misalnya dengan gelar tikar di depan Istana Presiden,” imbuh Seto.
Pada kesempatan itu Seto memaparkan bahwa Pancasila sebagai pandangan hidup merupakan basic belief system karena memuat gagasan dasar manusia dan bangsa Indonesia mengenai kehidupan yang dicita-citakan dan wujud kehidupan yang dianggap baik.
Secara filosofis, ungkap Seto, Pancasila memuat nilai-nilai yang oleh manusia Indonesia atau bangsa Indonesia dianggap baik dan menjadi tuntutan cara berpikir, bersikap dan bertingkah laku dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
“Bagaimana kita menghidupkan kembali Pancasila, menggali dari nilai-nilai yang terkandung dari bumi Indonesia. Ketika kita menghidupkan kembali nilai-nilai adat yang hidup di negara Indonesia, itulah Pancasila,” tegas Seto.
Oleh karena itu, implementasi dan aktualisasi Pancasila terwujud dalam pola pikir, pola sikap dan tingkah laku yang mencerminkan budi pekerti rakyat yang luhur dan ketaatannya dalam memperjuangkan cita-cita rakyat yang luhur, sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan UUD 1945. (Nano Tresna Arfana/mh)