Mahkamah Konstitusi (MK) bekerjasama dengan Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta mengadakan acara Seminar Nasional bertemakan “Optimalisasi Peran Perguruan Tinggi dalam Mewujudkan Legitimasi Pemilu 2014 yang Berintegritas”, Sabtu (29/03/2014), di Ballroom Hotel Sahid Jaya, Surakarta, Jawa Tengah.
Ketua MK Hamdan Zoelva, pembicara utama dalam seminar itu mengatakan, pemilihan umum merupakan indikator berjalan atau tidaknya demokrasi dalam suatu rezim pemerintahan. Menurutnya, Pemilu yang berjalan dengan baik sesuai dengan asas dalam konstitusi, yaitu langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil menunjukkan tingkat demokrasi yang baik dari suatu rezim. Sementara pemilu yang penuh kecurangan dan hanya sebagai formalitas belaka, menujukkan level demokrasi yang rendah.
Menurut mantan Anggota Panitia Ad Hoc I Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) tersebut, ada tiga hal penting yang mempengaruhi Pemilu sebagai pelaksanaan demokrasi, yaitu tingkat kesejahteraan masyarakat, tingkat pendidikan, dan lembaga peradilan yang independen. Dikatakan oleh Hamdan, semakin tinggi tingkat kesejahteraan masyarakat maka pelanggaran politik uang akan hilang. “Tapi dengan tingkat kesejahteraan kita yang kurang baik telah menimbulkan supply and demand,” ujar Hamdan. Keadaan itu menurut Hamdan menyebabkan tingginya pelanggaran politik uang dalam pelaksanaan Pemilu dan Pemilukada.
Hal berikutnya yang berpengaruh terhadap pelaksanaan Pemilu adalah tingkat pendidikan. Hamdan mengatakan ada sebab utama pada masyarakat dalam menentukan pilihannya, yaitu memilih karena kecerdasan, memilih karena faktor emosional, dan memilih karena faktor transaksional. Menurut Hamdan pemilih transaksional masih banyak terjadi di kalangan masyarakat akibat tingkat kesejahteraan yang rendah. Selain itu, menurutnya, pemilih yang mememilih karena faktor emosional juga masih tinggi, baik karena faktor daerah maupun kekerabatan. Hamdan menegaskan, agar masyarakat memilih dengan kecerdasan, maka perlu partisipasi perguruan tinggi untuk memberikan pencerahan kepada masyarakat.
Lebih lanjut pria kelahiran Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB) ini menjelaskan soal pengaruh lembaga peradilan yang independen dalam Pemilu dan demokrasi melalui putusan-putusannya. Hamdan menegaskan, selama ini MK masih mentolerir pelanggaran-pelanggaran yang terjadi akibat masih rendahnya tingkat kesejahteraan dan tingkat pendidikan masyarakat. Dengan keadaan itu maka kredibilitas lembaga peradilan dalam menanganai perselisihan hasil Pemilu menjadi penting untuk menjaga kualitas demokrasi, karena sebagai palang pintu terakhir demokrasi.
Dalam acara yang juga dihadiri oleh Wakil Walikota Surakarta Achmad Purnomo, Hamdan menjelaskan terdapat dua jenis perselisihan dalam Pemilu, yaitu perselisihan terhadap proses dan perselisihan terhadap hasil Pemilu. Dinyatakan olehnya, andaikata pelanggaran-pelanggaran Pemilu dapat diselesaikan oleh penyelenggara, MK hanya akan menangani sedikit perkara, sebagai residu permasalahan yang tidak tuntas. Dalam kesempatan itu Hamdan juga mengungkapkan kenyataan bahwa MK saat ini terpaksa harus mengadili bukti perselisihan hasil Pemilu. Hal ini menurutnya, menunjukkan bahwa banyak penyelesaian perkara yang tidak tuntas.
Menurutnya, sukses tidaknya Pemilu 2014 tergantung kepada masyarakat dalam mengawal prinsip-prinsip demokrasi. Diungkapkan olehnya, Pemilu masih bermasalah karena banyaknya pelanggaran terjadi. Tidak hanya dilakukan oleh peserta pemilu, tetapi juga dilakukan oleh penyelenggara. Selain itu banyak peserta Pemilu yang tidak mau kalah dan hanya mau menang, meski selisih perolehan suaranya sangat jauh sekali. Hamdan meminta agar peserta Pemilu tidak memaksakan diri dengan mengajukan perkara ke MK.
Selain itu, Hamdan melihat kultur masyarakat untuk patuh dan taat pada putusan pengadilan masih rendah. Kepada para peserta hamdan meminta agar dapat membangun budaya patuh dan taat terhadap putusan pengadilan.
Hamdan menyoroti pentingnya penegakan etika di kalangan peserta pemilu, penyelenggara dan masyarakat. Menurutnya, etika dari para kontestan dan penyelenggara Pemilu dapat menutupi kekurangan dari aturan-aturan formal yang ada. Demikian halnya dengan etika masyarakat dalam Pemilu, di mana masyarakat harus bisa menghargai masyarakat lainnya dalam memberikan hak pilih. (Ilham/mh)