Mahkamah Konstitusi (MK) diprediksi tetap akan banyak menerima perkara perselisihan hasil pemilihan umum legislatif pada 9 April mendatang. Hal ini berkaca pada data pelaksanaan Pemilu 2009 lalu, di mana pelanggaran yang masuk ke MK mencapai 628 kasus dan itu bisa berpotensi terulang pada 2014.
Demikian disampaikan Sekretaris Jenderal MK Janedjri M. Gaffar dalam acara Seminar Nasional Penyelesaian Perkara Perselisihan Hasil Pemilu 2014, yang terselenggara atas kerja sama MK dengan Universitas Sriwijaya, di Ballroom Hotel Aryaduta Palembang, Selasa (25/3). “Perkara Pemilu masih akan terjadi dan jumlahnya lebih kurang sama pada Pemilu 2009, dan diperkirakan mengenai perkara yang akan masuk itu masih berkisar perselisihan perhitungan suara dan perusakan suara,” papar Janedjri.
Lebih lanjut Janedjri menyebutkan dari sekian banyak perkara yang masuk tersebut, sebanyak 350 perkara di antaranya merupakan laporan pelanggaran dari 11 partai politik peserta Pemilu dan pada tahun ini juga ikut serta dalam Pemilu 2014. Sehubungan dengan itu, lanjut Janedjri, MK sudah mempersiapkan diri dalam menyelesaikan permasalahan kasus perkara perselisihan hasil Pemilu.
Berapa pun perkara yang diterima, Janedjri menyatakan dengan optimis bahwa MK siap menerima laporan tersebut, 3 x 24 jam setelah KPU menetapkan pengumuman hasil Pemilu secara nasional. “Pengajuan permohonan dilakukan paling lambat 3 x 24 jam sejak KPU mengumumkan penetapan perolehan suara hasil Pemilu secara nasional. Kalau terlambat, maka mohon maaf jika tidak akan dilayani,” ujarnya.
Kedudukan Hukum Caleg
Lebih dari itu, kewenangan calon anggota legislatif (caleg) pada pemilihan umum 2014 akan semakin istimewa. Pada 2014 ini, caleg juga diberi kewenangan menggugat perselisihan hasil Pemilu ke MK jika tidak puas dengan ketetapan hasil KPU. ”Caleg dalam satu partai di daerah pemilihan (dapil) yang sama mempunyai legal standing atau kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan PHPU di MK. Kewenangan itu berlaku bagi semua caleg, baik pusat maupun daerah,” jelas Janedri menjelaskan Peraturan MK yang baru yang membuka peluang caleg menggugat hasil Pemilu 2014 atas persetujuan tertulis partai politik yang bersangkutan.
Janedjri mengatakan dalam praktiknya nanti, MK akan menetapkan tiga hakim panel untuk mengadili permohonan dari 12 parpol. Setiap panel hakim dibagi perwilayah di Indonesia. Misalnya, panel 1 menangani semua perkara parpol pada 11 provinsi di bagian Indonesia barat, panel 2 untuk 11 provinsi Indonesia tengah, dan panel 3 untuk 11 Provinsi Indonesia timur. ”Saya perkirakan perkara tetap di angka 600-an. Jadi, setiap parpol nantinya harus menyiapkan tiga tim advokasi untuk mendampingi perkara,” imbuhnya.
Selain Janedjri, turut menjadi pembicara dalam Seminar Nasional Penyelesaian Perkara PHPU 2014 ini yakni Dekan Fakutas Hukum Universitas Sriwijaya Amzulian Rifai, serta guru besar Hukum Tata Negara Universitas Andalas Saldi Isra. Seminar tersebut dihadiri kurang lebih 500 orang peserta yang terdiri dari anggota KPU, anggota Bawaslu, aparat pemerintahan, akademisi serta praktisi hukum di wilayah Sumatra Selatan. (ddy/mh)