Aturan penghentian program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) setelah berlakunya Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dinilai bertentangan dengan UUD 1945 oleh Tenaga Pelaksana Verifikator Independen. Keberatan ini dituangkan oleh seorang Tenaga Pelaksana Verifikator Independen, Dwi Afrianto, dalam permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS) yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Sidang perdana perkara dengan Nomor 26/PUU-XIII/2014 ini digelar pada Rabu (26/3) di Ruang Sidang Pleno MK.
Dalam pokok permohonannya, Pemohon merasa hak konstitusionalnya terlanggar dengan berlakunya Pasal 60 ayat (2) huruf a UU BPJS. Pasal tersebut menyatakan “Sejak beroperasinya BPJS Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1): Kementerian Kesehatan tidak lagi menyelenggarakan program jaminan kesehatan masyarakat”. Dwi Afrianto selaku pemohon mengungkapkan dirinya bergabung dengan Tenaga Pelaksana Verifikator Independen Jamkesmas yang direkrut oleh Kementerian Kesehatan yang kemudian dikerjasamakan dengan PT ASKES sejak 2008 lalu. “Pemerintah terkesan mencari alasan untuk memberhentikan Tenaga Pelaksana Verifikator Independen. Salah satunya dengan adanya aturan mengenai batasan umur di bawah 25 tahun,” urai Afrianto.
Selain itu, Afrianto mengungkapan berlakunya Pasal 60 ayat (2) huruf a UU BPJS justru mengakibatkan hilangnya kepastian hukum dan hilangnya hak Pemohon untuk bekerja, karena berakhirnya masa kontrak verifikator independen Jamkesmas dari Kementerian Kesehatan yang ditempatkan untuk kepentingan PT ASKES. Untuk itulah, dalam permintaan atau petitumnya, Pemohon meminta agar Pasal 60 ayat (2) huruf a UU BPJS dinyatakan konstitusional bersyarat. “Sepanjang dimaknai meniadakan hak kepastian bekerja Tenaga Pelaksana Verifikator Independen Jamkesmas, meskipun terjadi pergantian pengeloaan penyelenggaraan Jaminan Kesehatan dari PT. ASKES menjadi Badan Pennyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan,” ujar Afrianto.
Majelis Hakim yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi yang didampingi oleh Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati dan Anwar Usman memberikan saran perbaikan. Maria menyarankan agar pemohon mengubah alasan perbaikan dari terkait kasus konkret menjadi masalah konstitusionalitas pasal. “Kemudian harus dilihat apa ini terkait dengan pertentangan norma. Pemohon juga harus memikirkan efek yang timbul jika seandainya pasal ini dihilangkan, malah akan ada ketidakpastian hukum karena ada Jamkesmas juga BPJS Kesehatan. Ini yang perlu dipertimbangkan kembali,” paparnya.
Sementara Fadlil menyarankan agar asosiasi Tenaga Pelaksana Verifikator Independen untuk melakukan langkah negosiasi dengan BPJS Kesehatan agar masih bisa dilanjutkan masa kontraknya. ”Ini sebenarnya bukan masalah konstitusionalitas norma, tapi masalah konret tentang perubahan kebijakan saja,” tandas Fadlil. (Lulu Anjarsari/mh)