Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dinilai telah melebihi kewenangannya dibandingkan Bank Indonesia sebagai bank sentral yang diamanatkan oleh UUD 1945. Karena hal tersebut, sejumlah pemohon perseorangan yang tergabung dalam Tim Pembela Ekonomi Bangsa memohonkan pengujian Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (UU OJK) pada Selasa (25/3). Sidang perdana perkara dengan Nomor 25/PUU-XIII/2014 ini dipimpin oleh Hakim Konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi.
Dalam permohonannya, Pemohon mendalilkan hak konstitusionalnya terlanggar dengan berlakunya Pasal 1 angka 1, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 37, Pasal 55, Pasal 64, Pasal 65, dan Pasal 66 UU OJK. Sebagai pembayar pajak, pemohon merasa lingkup kewenangan OJK telah melebihi kewenangan yang dimiliki oleh Bank Indonesia sebagai bank sentral. Pada dasanya OJK menurut Pemohon hanya memiliki wewenang menetapkan peraturan terkait dengan tugas pengawasan lembaga keuangan bank yang berdasarkan pasal 34 ayat 1 UU Bank Indonesia. Hal ini menyebabkan wewenang OJK dalam mengawasi lembaga keuangan non-bank dan jasa keuangan lainnya tidak sah karena pada pasal tersebut tidak mengatur hal tersebut.
“Perbankan dikeluarkan dari otoritas OJK karena sudah menjadi fungsi sentral. OJK meraup semua kewenangan untuk semua sector jasa keuangan. OJK nanti akan sangat terpengaruh pada pasar keuangan. Hal ini bisa menyebabkan kepentingan publik yang menyangkut stabilitas keuangan akan terabaikan dan sulit tercapai,” papar Syamsudin Slawat selaku kuasa hukum pemohon.
Untuk itulah, dalam tuntutan atau petitum-nya, Pemohon meminta MK menyatakan UU OJK terutama Pasal 1 angka 1, Pasal 5, dan Pasal 37 bertentangan dengan UUD 1945. Namun apabila nantinya MK tidak mengabulkan permohonan tersebut, mereka meminta frasa “tugas pengaturan dan pengawasan di sektor perbankan” dalam Pasal 6, Pasal 7, Pasal 55, Pasal 64, Pasal 65, dan Pasal 66 UU OJK dihapuskan. Pemohon juga mengajukan petitum provisi untuk menghentikan sementara operasional OJK sampai ada putusan pengadilan sehingga memerintahkan Bank Indonesia mengambil alih sementara. “Selain itu juga memerintahkan Badan Pemeriksa Keuangan melakukan audit, analisis, dan penelitian mendalam kepada OJK,” terang Ahmad Suryono yang merupakan salah satu pemohon.
Majelis Hakim yang juga terdiri dari Wakil Ketua MK Arief Hidayat dan Hakim Konstitusi Muhammad Alim memberikan saran perbaikan. Arief menerangkan agar pemohon memperkuat dalil permohonannya mengenai kerugian yang dialami dengan adanya kewenangan bagi OJK dalam mengawasi perbankan. “Jika anda bilang OJK inkonstitusional, maka inkonstitusionalnya itu dimana? Kecuali jika anda menjelaskan BI fungsinya begini, namun diambil oleh OJK,” tuturnya.
Arief juga meminta agar tuntutan (petitum) provisi yang dicantumkan oleh pemohon untuk dihapuskan. Hal ini dikarenakan MK tidak mempunyai kewenangan untuk memutus putusan sela seperti yang dimohonkan pemohon. Dalam kesempatan itu, Majelis Hakim memberi waktu 14 hari kepada para pemohon untuk melakukan perbaikan sebelum digelar sidang pleno. (Lulu Anjarsari/mh)