Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang pengujian materiil Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial (UU KY) dan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) pada Senin (24/3) di Ruang Sidang Pleno MK. Perkara dengan Nomor 16/PUU-XIII/2014 ini dimohonkan oleh Rektor Universitas Islam Indonesia (UII), Prof. Dr. H. Edy Suandi Hamid. M.Ec.
Dalam sidang perbaikan permohonan ini, Zairin Harahap selaku kuasa hukum pemohon menjelaskan telah melakukan perbaikan sesuai dengan saran Majelis Hakim Konstitusi pada sidang sebelumnya. Pemohon, lanjut Zairin, mendalilkan telah terjadi perluasan fungsi dari DPR dengan berlakunya Pasal 28 ayat (6) dan ayat (3) UU KY.
“Terjadi perluasan fungsi dari DPR, tidak hanya sebatas membentuk dan mengawasi UU, tapi juga memiliki fungsi untuk melaksanakan UU. Hal ini dapat mengganggu sistem presidensiil yang kita bangun, dan sistem check and balance tidak dapat dilaksanakan dengan baik,” jelasnya di hadapan Majelis Hakim yang diketuai oleh Hakim Konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi dan anggota Hakim Konstitusi Muhammad Alim serta Patrialis Akbar.
Perbaikan permohonan juga dilakukan dengan memperkuat alasan permohonan yang menjelaskan bahwa Putusan MK mempertegas KY dan KPK memiliki fungsi eksekutif. Akan tetapi, lanjut Zairin, jika pada proses rekrutmen calon komisioner yang melibatkan DPR untuk memilih, maka tidak akan ada independensi. “Pasal a quo tidak sesuai fungsi original intent dari DPR itu sendiri. Ada ketidakkonsistenan dalam kedua UU tersebut mengenai peran DPR, yang menyebabkan ketidakpastian hukum,” paparnya.
Selanjutnya, Majelis Hakim mengesahkan beberapa alat bukti yang diajukan oleh Pemohon. Menurut Fadlil, perkara tersebut akan dibawa ke dalam Rapat Permusyawaratan Hakim untuk diputuskan apakah akan dibawa ke sidang pleno.
Dalam permohonannya, pemohon mengajukan judicial review tentang pola rekrutmen calon anggota KY dan KPK ke Mahkamah Konstitusi (MK). Selain itu, Pemohon mengungkapkan kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat dalam memilih calon anggota KY dan KPK yang diusulkan Presiden dinilai kebablasan. Adanya kewenangan tersebut, dianggap dapat memengaruhi independensi dua lembaga hukum tersebut. Dengan kata lain, kewenangan konstitusional DPR dalam rekrutmen anggota KY hanya bersifat ‘persetujuan’ bukan untuk ‘memilih’. Sehingga, frasa ‘memilih dan menetapkan’ pada Pasal 28 ayat (6) UU KY bertentangan dengan UUD 1945 khususnya Pasal 24B ayat (3). Pun halnya dengan frasa ‘memilih dan menetapkan’ pada Pasal 30 ayat (10) dan ayat (11) UU KPK yang bertentangan dengan UU MD3 sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum. Lebih lanjut, Pemohon juga menilai sejumlah UU yang memberi wewenang kepada DPR untuk terlibat dalam rekrutmen pejabat publik telah mengakibatkan terjadinya pergeseran fungsi DPR sebagai pembentuk dan pengawas pelaksanaan UU. (Lulu Anjarsari/mh)