Sejumlah dokter yang tergabung dalam Dokter Indonesia Bersatu memperbaiki permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (UU Praktik Kedokteran). Dalam sidang yang dipimpin Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva, pemohon memperbaiki tuntutan (petitum) dan kedudukan hukum (legal standing).
Diwakili kuasa hukumnya, Wirawan Adnan, Pemohon memperbaiki tuntutan yang menegaskan Pasal 66 ayat (3) UU Praktik Kedokteran bertentangan dengan konstitusi sepanjang tidak memenuhi syarat laporan dugaan tindak pidana dan/atau gugatan kerugian perdata ke pengadilan terlebih dahulu diadukan, diperiksa, dan diputus Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI).
“Seorang dokter bisa dibawa ke pengadilan apabila putusan MKDI menyatakan dokter tersebut telah bersalah melakukan pelanggaran disiplin profesional dokter atau dokter gigi yang mengandung kesengajaan (dolus/opzet) atau kelalaian nyata/berat (culpa lata) dan/atau menimbulkan kerugian perdata,” tegas Wirawan di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Selasa (18/3).
Selain itu, dalam legal standing-nya, Wirawan juga menegaskan ada kerugian konstitusional nyata yang dialami dr. Ayu dan rekan saat diduga melakukan tindakan malpraktik yang membuatnya digugat ke pengadilan. Hal tersebut pun berpotensi dialami oleh dokter yang lainnya apabila pasal tersebut masih berlaku.
Sebelumnya, Dokter Indonesia Bersatu menilai Pasal 66 ayat (3) UU tersebut membuka interpretasi luas terhadap tindakan kedokteran yang dapat dikualifikasi sebagai tindak pidana. Dengan penafsiran yang terlalu luas tersebut, membuat pelanggaran kedisiplinan seorang dokter menjadi kasus pidana. Hal ini juga menimbulkan ketakutan di kalangan dokter untuk mengambil tindakan terhadap pasien yang memiliki resiko tinggi tinggi ataupun untuk melakukan tindakan dalam keadaan darurat karena dapat dipersalahkan kelalaian yang dapat mengakibatkan kematian seseorang.
Pasal 66 ayat (3) UU Praktik Kedokteran berbunyi:
“Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghilangkan hak setiap orang untuk melaporkan adanya dugaan tindak pidana kepada pihak yang berwenang.”
Dengan argumentasi itu, Para Pemohon meminta MK agar menetapkan Pasal tersebut menjadi “Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghilangkan hak setiap orang untuk melaporkan adanya dugaan tindak pidana kepada pihak yang berwenang dan/atau menggugat kerugian perdata ke pengadilan, dengan ketentuan dugaan tindak pidana dan/atau kerugian perdata itu harus terlebih dahulu diadukan, diperiksa dan diputus MKDKI dengan putusan menyatakan teradu telah bersalah melakukan pelanggaran disiplin profesional dokter atau dokter gigi yang mengandung kesengajaan (dolus/opzet) atau kelalaian nyata/berat (culpa lata) dan/atau menimbulkan kerugian perdata”. (Khaidir/Hanifah/mh)