Semakin banyak partai politik di sebuah negara sesungguhnya semakin banyak masalah di negara tersebut. Karena kalau negara sudah menjalankan fungsinya secara normal, maka orang tidak lagi berpikir untuk berkumpul dalam sebuah parpol.
“Coba lihat, pelaku usaha ramai-ramai masuk parpol, padahal dari segi materi mereka sudah cukup. Mungkin mereka merasa negara tidak aman buat investasinya,” kata Irmanputra Sidin, narasumber acara Pendidikan dan Pelatihan Penyelesaian Perkara PHPU Legislatif 2014 bagi Jaksa Pengacara Negara, Partai Lokal Aceh dan Calon Anggota DPD pada Rabu (12/3) sore di Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi, Cisarua.
Dikatakan Irman, semakin hari popularitas parpol tidak beranjak pada sinyal-sinyal yang semakin dipercaya. Suka atau tidak suka, hal ini terjadi karena pertarungan informasi di antara kekuatan politik itu sendiri. “Saling menjelek-jelekan antara parpol yang memunculkan anggapan orang bahwa parpol jelek semua. Padahal sesungguhnya belum tentu parpol seperti itu,” ujar Irman.
Persepsi negatif yang muncul terhadap parpol, ungkap Irman, adalah dari internal parpol itu sendiri. Orang-orang nonparpol tidak pernah menjelek-jelekan parpol. Dalam sejarah pembentukan ketatanegaran Indonesia, salah satunya adalah berkat perjuangan parpol.
“Kemerdekaan Indonesia tidak lepas dari perjuangan kekuatan-kekuatan masyarakat, organisasi-organisasi, termasuk parpol,” imbuh Irman yang menyampaikan materi “Partai Politik, Demokrasi dan Pemilihan Umum”.
“Boleh dikatakan, parpol menanam saham yang cukup besar dalam proses pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia seperti saat ini. Walaupun tidak dipungkiri, banyak juga organisasi kemasyarakatan yang juga menanam saham yang sama besarnya dengan parpol. Misalnya, Muhammadiyah atau Nahdlatul Ulama,” urai Irman
Selain itu pula, lanjut Irman, parpol pula yang paling banyak mewarnai ‘hitam putih’ negara Indonesia. Sistem negara Indonesia bergantung pada parpol. Semakin hari parpol memegang ‘tiket-tiket’ untuk menduduki kursi-kursi kekuasaan. Hampir seluruh lini kekuasaan dikendalikan oleh parpol, baik eksekutif maupun legislatif.
Pemilu Serentak
Sementara itu, terkait Pemilu serentak, Irman menegaskan dalam UU No. 2/2011 tentang Perubahan atas UU No. 2/2008 tentang Partai Politik, tidak dikenal status politik dalam konstitusi. Artinya, tidak ada parpol besar dan kecil sehingga setiap parpol yang menjadi peserta Pemilu berhak mengajukan calon presiden. Relasinya dengan penyelenggara pemilu adalah konstitusi mewajibkan penyelenggara Pemilu tidak mempersulit hak-hak konstitusional peserta Pemilu.
Sedangkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) baru terbentuk sebagai lembaga penyelenggaraan pemilu pasca lahirnya UU No. 4 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilu. berdasar UU tersebut, KPU terdiri atas para anggota yang dipilih dari orang-orang yang independen dan nonpartisipan dan mulai melaksanakan tugasnya pada Pemilu 2004. Pemilu 2004 juga berbeda dari Pemilu sebelumnya karena memiliki dua agenda, yakni memilih anggota legislatif (DPR, DPD, dan DPRD), serta memilih presiden dan wakil presiden.(Nano Tresna Arfana/mh)