Akademisi dan calon hakim konstitusi, Aswanto hadir sebagai narasumber acara Pendidikan dan Pelatihan Penyelesaian Perkara PHPU Legislatif 2014 bagi Jaksa Pengacara Negara, Partai Lokal Aceh dan Calon Anggota DPD pada Rabu (12/3) di Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi, Cisarua.
Pada kesempatan itu Aswanto menjelaskan bahwa lembaga yang menyelenggarakan Pemilu, terdiri atas KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, Bawaslu, Bawaslu provinsi dan Panwaslu kabupaten/kota, sebagai satu kesatuan fungsi penyelenggaraan Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPD dan DPRD.
Selain itu, penyelenggaraan Pemilu terdiri atas sejumlah tahapan, mulai dari perencanaan program dan anggaran serta penyusunan peraturan pelaksanaan penyelenggaraan Pemilu; pemutakhiran data pemilih dan penyusunan daftar pemilih; pendaftaran dan verifikasi peserta Pemilu; penetapan jumlah kursi dan penetapan daerah Pemilih; pencalonan anggota DPR, DPD, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota, dan lainnya.
Selanjutnya Aswanto memaparkan potensi-potensi pelanggaran dalam tahapan Pemilu. “Misalnya saat pemutakhiran data pemilih. Keterlambatan pembentukan panitia pemutakhiran data pemilih berpotensi hasilkan keterlambatan daftar pemilih,” imbuh Aswanto.
Hal lain dan sering terjadi pelanggaran Pemilu, lanjut Aswanto, pada masa kampanye Pemilu. Di antaranya, terkait dana kampanye dari penyumbang fiktif dan bantuan pihak asing, politisasi birokrasi, politik uang, kampanye hitam, pemasangan alat peraga yang tidak sesuai dengan ketentuan, dan sebagainya. Kerawanan lainnya adalah saat masa tenang, sering terjadi praktik politik uang. Sedangkan pada pemungutan maupun penghitungan hasil Pemilu, kerap terjadi manipulasi penghitungan suara, serta mengubah berita acara hasil penghitungan suara.
Lebih lanjut Aswanto menerangkan sengketa Pemilu yang banyak terjadi di Indonesia. Yang dimaksud sengketa Pemilu adalah sengketa yang terjadi antara peserta Pemilu dan sengketa peserta Pemilu dengan penyelenggara pemilu sebagai akibat dikeluarkannya keputusan KPU, KPU Provinsi dan KPU kabupaten/kota.
Aswanto juga menjelaskan mengenai pelanggaran dalam Pemilu legislatif, seperti misalnya pelanggaran pidana Pemilu sebagai kejahatan terhadap ketentuan pidana Pemilu. Contoh tindak pidana Pemilu, memberi keterangan yang tidak benar mengenai diri sendiri atau diri orang lain tentang suatu hal yang diperlukan untuk pengisi daftar pemilih. Ancamannya, pidana kurungan paling lama satu tahun, seperti diatur dalam UU No. 8/2012.
Selain itu, ada juga pelanggaran administratif dalam Pemilu legislatif, yaitu pelanggaran yang meliputi tata cara, prosedur dan mekanisme yang berkaitan dengan administrasi pelaksanaan Pemilu. Contoh pelanggaran administratif, yaitu tidak memenuhi syarat-syarat untuk menjadi peserta Pemilu, menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah dan tempat pendidikan untuk berkampanye, tidak melaporkan rekening awal dana kampanye, dan lain-lain. (Nano Tresna Arfana/mh)