“Mungkin Profesor punya hasil penelitian tentang penerapan demokrasi yang kira-kira negaranya bisa menjamin keadilan sosial bagi rakyatnya?” tanya salah seorang peserta kepada Mahfud MD, narasumber acara Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Penyelesaian Perkara Perselisihan Hasil Pemilu Legislatif 2014 bagi Jaksa Pengacara Negara, Partai Lokal Aceh dan Calon Anggota DPD pada Selasa (11/3) malam di Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi, Cisarua.
Terhadap pertanyaan tersebut, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini pada acara bimtek menjelaskan bahwa demokrasi itu tidak selalu baik, otoriter itu tidak selalu buruk, apabila keduanya dilihat dari sudut kesejahteraan. “Negara Indonesia adalah negara demokrasi, tetapi tidak menyejahterakan. Kok begitu? Arab Saudi itu negara otoriter, tetapi rakyatnya sejahtera. Brunei Darussalam sangat otoriter, tidak punya parlemen dan harus tunduk kepada Sultan tetapi rakyatnya sejahtera” ungkap Mahfud.
“Jadi antara sejahtera dan sistem pemerintahan tidak ada kaitan. Hanya saja, semuanya ingin membangun agar rakyatnya sejahtera dan demokrasi oleh sebagian besar negara dianggap bisa menyejahterakan. Atau dianggap sebagai alat untuk mencapai kesejahteraan,” tambah Mahfud.
Dengan demikian, kata Mahfud, tergantung dari negara itu sendiri. Bukan tidak ada demokrasi yang menghasilkan sesuatu yang baik, menyejahterakan rakyatnya. Termasuk ada juga negara otoriter yang menghasilkan hal yang buruk, seperti terjadi di Uganda pada masa kepemimpinan Presiden Idi Amin. “Sudah otoriter, negaranya miskin lagi,” ujar Mahfud yang disambut tawa riuh peserta diklat.
Sejumlah pertanyaan terlontar dari peserta-peserta lainnya. Misalnya, ada yang menanyakan soal tindakan MK apabila diketahui terjadi kesaksian palsu dan keterkaitannya dengan putusan MK yang bersifat final dan mengikat. Selain itu ada peserta yang bertanya latar belakang dibentuknya MK di Indonesia termasuk yang menjadi kewenangan-kewenangannya.
Pada kesempatan itu, Mahfud memaparkan materi berjudul “Pancasila dan Pemilu”. Dijelaskan Mahfud, Pancasila harus dipahami dalam kesatuan majemuk tunggal, tidak ada sila yang berdiri sendiri. Menurut Mahfud, inti dari Pancasila ada di tengah yaitu sila Persatuan Indonesia. Bahwa pada dasarnya bangsa Indonesia ingin bersatu. “Karena keinginan itulah, kita menerima dasar Ketuhanan yang Mah Esa. Artinya, setiap orang punya Tuhan diakui dan dalam dalam perbedaan kita bersatu, meskipun agamanya berbeda-beda,” jelas Mahfud.
Sedangkan sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab bermakna berbeda-beda tetapi diperlakukan adil. Selanjutnya, sila Persatuan Indonesia memiliki arti bersatu dalam perbedaan agama dan primordial kemanusiaan dalam Bhineka Tunggal Ika. Kemudian sila Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, bermakna keberagaman harus ditegakkan oleh pemerintah yang demokratis. Sedangkan sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia sebagai kebersatuan dalam demokrasi ditujukan untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat.
Lebih lanjut Mahfud menyinggung demokrasi sebagai bentuk pemerintahan. Pemikir besar bernama Plato mengatakan agar tidak menerapkan demokrasi dalam sebuah negara. Alasannya, demokrasi terlalu banyak penipuan, rakyat dibodohi misalnya dengan melakukan penyuapan saat pemilu. Hal tersebut sudah dipraktikkan ratusan tahun silam di Yunani. “Sedangkan muridnya Plato, Aristoteles juga mengatakan jangan pilih demokrasi. Dalam demokrasi banyak demagog, pembohong-pembohong yang selalu bicara, menjanjikan untuk membangun negara. Namun ketika mereka menjadi penguasa, mereka lupa dengan janjinya,” urai Mahfud.
Selain itu, ujar Mahfud, dalam demokrasi banyak orang narsis atau orang yang suka memuji diri sendiri. Meskipun demikian menurut Plato, demokrasi tetap pilihan terbaik dibandingkan bentuk pemerintahan lain. Demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.“Demokrasi merupakan pilihan kesepakatan, karena disepakati sebagai dasar pilihan kehidupan bersama. Bukan karena benar atau salah,” tandas Mahfud.
Mengenai pemilu, antara lain Mahfud menjelaskan hal-hal terkait sengketa pemilu. Mulai dari peserta pemilu yaitu parpol, anggota DPD, pasangan capres-cawapres, kemudian caleg DPR/DPRD, serta masalah waktu pengaduan yang permohonannya diajukan paling lambat tiga hari kerja sejak KPU/KPUD menetapkan hasil perolehan suara. (Nano Tresna Arfana/mh)