Skalanews - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan mengabulkan permohonan Pengujian Undang-Undang (PUU) Pasal 268 ayat (3) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang memuat ketentuan pengajuan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan mantan Ketua KPK Antasari Azhar.
Dengan dibatalkannya pasal tersebut, maka PK bisa diajukan lebih dari satu kali, jika ditemukan bukti hukum baru (Novum).
"Mengadili, menyatakan, mengabulkan para pemohon untuk seluruhnya," tegas Ketua MK, Hamdan Zoelva saat membacakan amar putusan di Ruang Sidang Utama MK, Jakarta, Kamis (6/3).
Mahkamah menyatakan, Pasal 268 ayat (3) KUHAP yang memuat ketentuan pengajuan PK hanya satu kali bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.
Menurut Mahkamah, keadilan tidak dibatasi oleh waktu atau hanya satu kali pengajuan PK. Sebab, mungkin saja ada keadaan baru atau novum yamg ditemukan setelah PK diajukan sebelumnya.
Oleh karena itu, pengadilan yang seharusnya melindungi Hak Asasi Manusia (HAM) tidak membatasi PK hanya sekali. Dengan membatasi PK, maka pengadilan telah menutup proses pencarian keadilan dan kebenaran.
"Permohonan pemohon beralasan menurut hukum," kata Hakim Konstitusi Anwar Usman saat membacakan pertimbangan hukum.
Sebagaimana diketahui, dalam gugatannya, Antasari merasa dirugikan dengan pasal itu, karena tidak lagi memiliki kesempatan mengajukan PK terkait kasus pembunuhan Dirut PT Rajawali Putra Banjaran, Nasruddin Zulkarnaen.
Menurut Antasari, Pasal 268 dibuat dengan maksud untuk memberikan kesempatan bagi seorang terpidana untuk memperoleh keadilan. Tetapi, jika terdapat bukti baru (novum) sementara PK tidak dapat diajukan dua kali, maka hal itu telah melanggar prinsip keadilan.
"Suatu ketika dilakukan proses penyidikan, kalau ditemukan bukti baru ke mana harus memperjuangkan nasib kami," kata Antasari.
Selain itu, Antasari menegaskan, permohonan uji materi ini diajukan dengan tujuan untuk menegakkan keadilan.
"Semata-mata demi tegaknya hukum dan keadilan," terang dia