Jika negara akan melakukan komersialisasi terhadap sumber daya air, maka harus diperhitungkan biaya jasa air yang harus setara dengan ekonomi air. Hal ini disampaikan oleh Dosen Universitas Gadjah Mada (UGM) Jangkung Handoyo Mulyo selaku ahli pemerintah dalam pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (UU SDA). Sidang lanjutan perkara dengan Nomor 85/PUU-XII/2013 ini kembali digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Senin (3/3) di Ruang Sidang Pleno MK.
“Negara mungkin akan merugi jika semua pengelolaan sumber daya air harus diperhitungkan, tetapi itu bisa saja terjadi jika digunakan untuk sebesar kemakmuran rakyat. Jika negara melakukan komersialisasi terhadap sumber daya air, seharusnya biaya jasa air harus setara dengan ekonomi air,” urainya di hadapan Majelis Hakim yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Harjono.
Menurut Handoyo, jika ada pendapat yang mengatakan UU tersebut disusun atas semangat tentang komersialisasi sumber daya air adalah hal yang salah. “Jika dikomersialisasikan, maka harusnya biayanya sangat mahal sekali. Kalau mendasarkan pada nilai ekonomi air, maka kemampuan para pengguna air akan berbeda-beda,” imbuhnya.
Pada sidang sebelumnya Pemohon mendalilkan adanya penyelewengan terhadap pertimbangan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusan perkara 058,059,060,063/PUU-II/2004 dan perkara 008/PUU-III/2005. Selain itu, Pemohon juga mempersoalkan terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 16 tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum, yang memberikan kesempatan kepada koperasi, badan usaha swasta, atau kelompok masyarakat untuk menyelenggarakan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM).
Menurut Pemohon, ketentuan yang diatur PP tersebut telah menyimpang dari penafsiran MK yang tertuang dalam pertimbangan putusan PUU Sumber Daya Air yang telah diputus pada 2005 lalu. Syaiful mengungkapkan, dalam pertimbangannya MK menyatakan, “sehingga, apabila UU a quo (Red. tersebut) dalam pelaksanaan ditafsirkan lain dari maksud sebagaimana termuat dalam pertimbangan Mahkamah di atas, maka terhadap UU a quo tidak tertutup kemungkinan untuk diajukan pengujian kembali. Menurut pemohon, pasal 40 UU Sumber Daya Air menegaskan bahwa pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) adalah tanggung jawab pemerintah pusat/pemerintah daerah, sehingga penyelenggara Sistem Penyediaan Air Minum adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN)/Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). (Lulu Anjarsari/mh)