Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap UUD 1945, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
Penjelasan kewenangan MK tersebut disampaikan oleh Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati pada acara Pendidikan dan Pelatihan Penyelesaian Perkara Perselisihan Hasil Pemilu Legislatif 2014 bagi Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) di Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi,Cisarua, Bogor. Selain kewenangan diatas, Maria juga menyatakan MK juga memiliki satu kewajiban memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga melakukan pelanggaran menurut UUD 1945.
Pelanggaran Pemilu di Indonesia menurut Maria, bentuknya dapat berupa tindak pidana pemilu yang diselesaikan melalui proses hukum pidana dan hukum acara pidana. Selanjutnya terdapat pelanggaran administrasi Pemilu yang diselesaikan oleh Komisi Pemilihan Umum dengan dibantu oleh Banwaslu atau Panwaslu. Kemudian terdapat sengketa Pemilu yang timbul dalam penyelenggaraan Pemilu, di mana masalah ini dapat diselesaikan oleh Bawaslu dan Panwaslu. Dan terakhir, perselisihan hasil Pemilu yang diselesaikan oleh Mahkamah Konstitusi. “Oleh karena banyaknya perselisihan dalam Pemilu, MK tidak pernah sendirian, di mana MK di dampingi oleh KPU, Bawaslu dan bahkan DKPP untuk menyelesaikan suatu perkara Pemilu,” imbuhnya.
Maria tidak lupa juga menjelaskan tata cara untuk mengajukan permohonan ke MK. Pemohon diharuskan mengajukan perkara dalam jangka waktu waktu paling lambat 3x24 jam sejak termohon mengumumkan penetapan perolehan hasil Pemilu secara nasional. Permohonan ini ditulis dalam bahasa Indonesia dan diajukan 12 rangkap bermaterai secukupnya. Selain itu, identitas pemohon, posita dan petitum-nya juga harus dijelaskan, beserta dengan alat bukti pendukung dan ada salinan permohonan dalam bentuk format digital (softcopy) atau keping penyimpan data (flash disk). “Kenapa musti 12 rangkap, karena 9 untuk para hakim konstitusi, para pihak, dan panitera MK,” papar Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Indonesia ini.
Setelah mengajukan, permohonan tersebut akan dicatat dalam Buku Penerimaan Berkas Permohonan (BPBP) dan kemudian diperiksa kelengkapan berkas permohonan oleh Panitera. Apabila permohonan sudah lengkap, maka akan lanjut dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi (BRPK) dan apabila permohonan tidak lengkap, maka akan disampaikan kepada pemohon dengan menerbitkan Akta Permohonan Tidak Lengkap oleh Panitera untuk dilengkapi oleh Pemohon paling lambat 3x24 jam sejak diterimanya Akta Permohonan Tidak Lengkap.
Maria menjelaskan, di MK hanya terdapat tiga panel. Masing-masing panel tersebut di dalamnya terdapat tiga hakim konstitusi yang akan menyelesaikan perkara Pemilu. “Hal ini dikarenakan persidangan MK dituntut penyelesaian cepat untuk mengambil keputusan, MK diberikan waktu paling lambat 30 hari untuk memutus perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Legislatif 2014,” jelas Maria di akhir pemaparannya. (Panji Erawan/mh)